SULAWESI TENGGARA,– Sebuah tanda tanya besar menggantung di balik temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia terkait dugaan kejanggalan perizinan Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT. Ceria Nugraha Indotama (CNI) di Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara.
Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK yang seharusnya menjadi dasar pelaporan ke aparat hukum, kini justru mandek tanpa kejelasan.
Temuan krusial ini mencuat dari LHP BPK Nomor: 13/LHP/XVII/05/2024 tertanggal 20 Mei 2024.
Dalam laporan tersebut, BPK RI melalui Auditorat Keuangan Negara IV secara spesifik mengidentifikasi adanya indikasi persekongkolan dalam lelang Blok Lapao-Pao serta proses perizinan IUP PT. CNI yang tidak sesuai ketentuan. LHP ini bahkan secara eksplisit menyatakan niat BPK untuk melaporkan temuan tersebut kepada Aparat Penegak Hukum (APH).
Namun, hingga Jumat, 20 Juni 2025, janji pelaporan itu belum juga terealisasi. Situasi ini memicu sorotan tajam dari Aliansi Masyarakat Peduli Hukum (Ampuh) Sulawesi Tenggara.
Direktur Ampuh Sultra, Hendro Nilopo, tidak menutupi kecurigaannya. Ia menduga adanya indikasi BPK RI “masuk angin”, sehingga rencana pelaporan atas temuan mereka tak kunjung ditindaklanjuti.
“Ketakutan kami, rencana pelaporan BPK RI terkait temuan mereka atas kejanggalan dalam proses lelang Blok Lapao-Pao serta perizinan IUP PT. CNI di Kolaka ini hanya sebatas ancaman. Sampai sekarang, BPK RI belum melaporkan temuan mereka kepada Aparat Penegak Hukum,” tegas Hendro.
Menurut Hendro, integritas BPK RI seharusnya tinggi, sehingga kemandekan ini sangat disayangkan. Ia menambahkan bahwa konflik yang kerap melibatkan PT. CNI di lapangan, mulai dari dampak lingkungan, persoalan lahan, hingga masalah-masalah lain dengan masyarakat, bisa jadi merupakan buah dari perizinan yang bermasalah.
“Dapat kami asumsikan bahwa persoalan-persoalan yang terjadi di PT. CNI merupakan buah dari perizinan yang diduga tidak sesuai dengan ketentuan, seperti temuan BPK RI,” jelas pria yang akrab disapa Egis itu.
Hendro juga menyoroti status PT. CNI sebagai salah satu pelaksana Proyek Strategis Nasional (PSN) di Sulawesi Tenggara. Ia berpendapat, perusahaan PSN seharusnya bebas konflik dan mampu menjalin hubungan yang harmonis dengan masyarakat sekitar.
“PT. CNI seharusnya mampu menyerap semua aspirasi masyarakat di lingkar investasi, seperti persoalan banjir dan sengketa lahan. Jangan karena status sebagai pelaksana PSN lantas bersikap apatis,” tandasnya.
Melihat kondisi ini, Ampuh Sultra mendesak BPK RI untuk segera menindaklanjuti temuannya. “Bisa jadi karena pengurusan perizinan yang tidak benar tersebut yang menjadi penyebab berbagai persoalan di PT. CNI, terkhusus terkait dampak lingkungan,” tutup Hendro.
Awak media telah berupaya mengonfirmasi hal ini kepada pihak BPK RI, namun hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi yang diberikan. (red)