KENDARI, – Tim Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tenggara (Sultra) terus bergerak cepat dalam mengungkap dugaan tindak pidana korupsi di sektor pertambangan Kolaka Utara (Kolut). Hingga saat ini, Korps Adhyaksa telah memeriksa kurang lebih 20 orang saksi guna mengumpulkan bukti dan keterangan terkait kasus tersebut.
Salah satu saksi yang turut diperiksa penyidik adalah Kepala Wilayah Kerja (Wilker) Kolut berinisial I. Wilker Kolut sendiri merupakan unit kerja fungsional yang berada di bawah naungan Kepala Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan (KUPP) Kolaka.
Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Sultra, Iwan Catur Karyawan, mengungkapkan bahwa inisial I telah beberapa kali dimintai keterangan oleh penyidik. Pemeriksaan tersebut berkaitan dengan peran KUPP Kolaka dalam dugaan praktik pemuatan ore nikel ilegal. Diduga, KUPP Kolaka telah memfasilitasi kegiatan tersebut dengan menerbitkan izin sandar dan Surat Persetujuan Berlayar (SPB).
“Sudah semua, (inisial I) iya,” ujar Iwan kepada awak media pada Jumat (9/5/2025), membenarkan pemeriksaan terhadap Kepala Wilker Kolut tersebut.
Ketika ditanya mengenai potensi perubahan status I dari saksi menjadi tersangka, mengingat posisinya sebagai Kepala Wilker Kolut yang memiliki tanggung jawab dan pengetahuan atas aktivitas pemuatan di wilayah kerjanya, Iwan memilih untuk tidak berspekulasi lebih jauh.
“Itu (penetapan tersangka) nantilah,” jelasnya singkat.
Lebih lanjut, Iwan mengakui bahwa dari sejumlah saksi yang telah dipanggil untuk memberikan keterangan, beberapa di antaranya belum memenuhi panggilan penyidik. Pihaknya pun mengimbau agar para saksi yang telah menerima surat panggilan lebih dari satu kali untuk bersikap kooperatif dan memenuhi kewajiban hukum tersebut.
“Untuk saksi-saksi yang kita sudah panggil secara patut, dan sudah dua kali agar segera memenuhi kewajibannya sebagai warga negara yang taat hukum untuk memenuhi panggilan tersebut,” tegas Iwan.
Langkah Kejati Sultra ini menunjukkan keseriusan dalam memberantas praktik korupsi di sektor pertambangan, yang disinyalir merugikan negara dan daerah. Masyarakat pun menantikan perkembangan lebih lanjut dari penanganan kasus ini, dengan harapan para pelaku yang terbukti bersalah dapat segera dipertanggungjawabkan sesuai dengan hukum yang berlaku. (red)