Kendari – Kebebasan pers kembali mendapat hantaman. Iron, seorang jurnalis, dilarang meliput kunjungan kerja (kunker) Komisi VII DPR RI di sebuah hotel di Kota Kendari pada Jumat, 21 Maret 2025.
Iron yang hendak menjalankan tugas jurnalistik justru dihadang oleh seorang perempuan yang mengaku dari PT Antam.
“Harus ada memang izinnya. Lagian kalau mau meliput harus ada izinnya,” ujar perempuan yang memperkenalkan diri sebagai Diana.
Pernyataan ini mencurigakan. Sejak kapan kunjungan kerja wakil rakyat menjadi agenda tertutup yang memerlukan izin khusus dari perusahaan tambang? Jika ini adalah forum resmi, mengapa pihak swasta berhak mengontrol akses media?
Iron tak habis pikir. “Sebagai jurnalis, saya hanya menjalankan tugas untuk menyampaikan informasi ke publik.
Kenapa harus ada izin khusus? Ini kunjungan kerja wakil rakyat, bukan agenda tertutup perusahaan,” tegasnya.
Kegiatan itu dihadiri oleh dua raksasa industri pertambangan, PT Antam dan PT VDNI, serta sejumlah perwakilan perusahaan tambang lainnya.
Namun, apa yang mereka bahas masih misterius. Fakta bahwa jurnalis dihalangi masuk justru memantik lebih banyak kecurigaan: apakah ada hal sensitif yang ingin ditutupi dari sorotan publik?
Sikap PT Antam yang menghalangi liputan ini jelas bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Pasal 1 Ayat (1) UU tersebut menegaskan hak pers untuk mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan informasi.
Upaya pembungkaman ini bukan hanya mencederai kebebasan pers, tetapi juga menimbulkan pertanyaan besar tentang transparansi perusahaan dalam operasionalnya di Sulawesi Tenggara.
Pelarangan ini juga menimbulkan spekulasi lebih luas. Apakah dalam pertemuan itu dibahas hal-hal yang dapat merugikan kepentingan publik? Atau ada keputusan strategis yang tak ingin diketahui masyarakat? Jika PT Antam merasa tak memiliki agenda tersembunyi, mengapa mereka merasa perlu membatasi liputan media?
Hingga berita ini diterbitkan, PT Antam maupun Komisi VII DPR RI belum memberikan klarifikasi atas insiden ini.
Namun, satu hal yang pasti, transparansi bukan sekadar jargon. Jika keterbukaan dibungkam, maka patut diduga ada yang sengaja disembunyikan. (Red)