Kriminal

Dugaan Korupsi Tambang di IUP KTJ dan Eks PCM Mencuat, Mahasiswa Lapor ke Kejagung

171
×

Dugaan Korupsi Tambang di IUP KTJ dan Eks PCM Mencuat, Mahasiswa Lapor ke Kejagung

Sebarkan artikel ini

JAKARTA – Gelombang tekanan publik terhadap aparat penegak hukum untuk membongkar praktik korupsi di sektor pertambangan terus bergulir. Kali ini, puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Ikatan Mahasiswa Peduli Hukum (IMPH) dan Koalisi Aktivis Nasional Indonesia (KASINDO) menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI), Jakarta Selatan, pada Jumat (2/5).

Aksi demonstrasi ini secara spesifik menuntut Kejagung RI untuk segera melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah kontraktor tambang yang beroperasi di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Kurnia Teknik Jayatama (KTJ) dan eks PT Pandu Citra Mulia (PCM).

Para mahasiswa menduga kuat para kontraktor tersebut terlibat dalam praktik penambangan ilegal dengan menggunakan “dokumen terbang” yang diduga milik PT Alam Mitra Indah Nugrah (AMIN).

Dalam orasinya, Ketua Umum IMPH, Rendy Salim, mengungkapkan identifikasi sejumlah inisial kontraktor yang diduga kuat terlibat dalam skandal ini.

“Kami mengantongi enam inisial kontraktor yang kami duga keras menggunakan dokumen terbang PT AMIN, yakni DW, ARL, MD, H.MN, BGS, dan RSL. Mereka kami duga beroperasi secara ilegal di wilayah IUP PT KTJ dan eks PT PCM,” ujarnya dengan nada lantang.

Lebih lanjut, Rendy mendesak Korps Adhyaksa untuk tidak menunda pemanggilan dan pemeriksaan terhadap para kontraktor yang disebutkan.

“Kami meyakini bahwa mereka memiliki keterkaitan langsung dengan dugaan praktik korupsi pertambangan yang saat ini tengah ditangani oleh Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara (Kejati Sultra),” sambungnya.

Senada dengan tuntutan IMPH, Ketua Umum KASINDO, Nabil Dean, menyoroti peran seorang aktor intelektual berinisial EK yang mereka duga sebagai otak di balik praktik penambangan ilegal di bekas wilayah IUP PT PCM.

“Kami mendesak Kejagung untuk segera menetapkan saudara EK sebagai tersangka. Berdasarkan informasi yang kami peroleh, EK diduga kuat memungut royalti liar sebesar 5 dolar AS per metrik ton dari setiap kontraktor yang beroperasi di wilayah tersebut,” ungkap Nabil dengan nada geram. Ia menegaskan bahwa tindakan tersebut merupakan pelanggaran hukum yang tidak dapat ditoleransi dan harus ditindak tegas.

Sebagai penutup aksi, Nabil Dean menekankan krusialnya peran Kejagung RI dalam mengawal jalannya proses penyidikan kasus ini. “Kami meminta Kejagung untuk tidak menyerahkan sepenuhnya penanganan kasus ini kepada Kejati Sultra. Pengawasan ketat dari pusat sangat diperlukan agar proses hukum berjalan secara transparan, objektif, dan terbebas dari segala bentuk intervensi,” pungkasnya.

Hingga berita ini ditayangkan, upaya konfirmasi awak media kepada pihak-pihak yang namanya disebut dalam aksi unjuk rasa tersebut masih terus dilakukan. Desakan dari masyarakat sipil dan mahasiswa ini semakin menambah tekanan pada aparat penegak hukum untuk membuktikan komitmen mereka dalam memberantas praktik korupsi di sektor pertambangan yang kerap merugikan negara dan masyarakat. (SS)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!