KENDARI – Kasus pencabulan anak di bawah umur kembali mencoreng Sulawesi Tenggara.
Seorang gadis belia berusia 14 tahun berinisial SW, warga Kota Kendari, menjadi korban kebiadaban pamannya sendiri, YF. Perbuatan tak bermoral itu diduga dilakukan YF bertahun-tahun lamanya, sejak korban duduk di bangku kelas 1 SMP.
Ironisnya, meski kasus ini telah dilaporkan ke Polresta Kendari, pelaku hingga kini masih bebas berkeliaran. Pihak kepolisian berdalih belum melakukan penangkapan lantaran masih menunggu hasil visum dari Rumah Sakit Bhayangkara. Alasan ini tentu saja menimbulkan tanda tanya besar dan kekecewaan di tengah masyarakat.
Di hadapan awak media, Jumat (25/04/2025), SW dengan suara lirih menceritakan mimpi buruk yang dialaminya. Ia mengaku berulang kali dipaksa melayani nafsu bejat YF, yang tak lain adalah suami dari kakak kandung ibunya. Ancaman pembunuhan membuat SW tak berani melawan setiap kali pelaku melancarkan aksinya.
Pelaku yang tinggal bersebelahan dengan rumah korban diketahui berstatus duda sejak tiga tahun lalu. Pria yang bekerja sebagai pengepul besi di Konawe Utara (Konut) ini tidak setiap hari pulang ke rumah. Namun, setiap kali rumah dalam keadaan sepi, YF memanfaatkan kesempatan itu untuk memangsa keponakannya.
“Pertama kali dia panggil ke rumah, ditarik ke kamar, dicekik, mau berteriak tapi mulut ditutup,” ungkap SW dengan mata berkaca-kaca.
Tak hanya melakukan perbuatan bejat, pelaku juga diam-diam merekam aksi kejinya saat memperkosa korban. Video inilah yang kemudian digunakan YF sebagai alat untuk mengancam SW agar terus menuruti nafsunya. “Kalau saya menolak, pelaku mengancam akan memviralkan video itu,” lanjutnya.
Saking seringnya pemerkosaan itu terjadi, SW bahkan sudah tak mampu lagi mengingat jumlahnya. Pengalaman traumatis ini dipendamnya seorang diri selama bertahun-tahun karena selalu diancam oleh pelaku agar tidak menceritakan perbuatan bejatnya kepada orang tuanya.
Kasus ini akhirnya terbongkar berkat kejelian seorang tetangga korban. Ia merasa ada gelagat aneh dalam interaksi antara SW dan YF. Padahal, selama ini pelaku dikenal baik dan sering memperlakukan korban layaknya anak sendiri, sehingga tidak menimbulkan kecurigaan dari pihak keluarga.
Merasa ada yang tidak beres, tetangga tersebut kemudian melaporkan kecurigaannya kepada Ketua RT setempat, Ali. Setelah mendengar cerita dari tetangganya, Ali pun memberanikan diri untuk menyampaikan hal ini kepada orang tua SW. Dari situlah, SW akhirnya memberanikan diri untuk membuka tabir kelam yang selama ini ia simpan rapat-rapat.
“Perlakuan pelaku kepada korban sudah aneh, tidak wajar. Sering keluar berdua, malam-malam. Padahal pelaku juga punya anak,” ujar Ali, sang Ketua RT dengan nada geram.
Akibat trauma mendalam yang dialaminya, kondisi psikologis SW kini sangat memprihatinkan. Menurut penuturan Ali, gadis malang itu menjadi lebih pendiam dan sering menyendiri.
Saat dikonfirmasi mengenai perkembangan terkini penangkapan pelaku YF dan alasan lambannya proses hukum, Iptu Haridin memilih untuk tidak memberikan jawaban konkret. “Silahkan konfirmasi ke KBO Polresta Kendari,” ujarnya singkat saat dihubungi melalui sambungan telepon, Sabtu (26/04/2025).
Ketidakjelasan informasi hanya akan menambah spekulasi dan menurunkan kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian.
Lambannya penanganan kasus ini oleh pihak kepolisian tentu saja menimbulkan keresahan di tengah masyarakat. Mereka berharap agar Polresta Kendari segera bertindak cepat dan menangkap pelaku agar SW mendapatkan keadilan dan pelaku mempertanggungjawabkan perbuatan bejatnya. Masyarakat juga mendesak agar hasil visum segera keluar agar proses hukum dapat segera berjalan. (red)