Makassar, Sulawesi Selatan – Kejaksaan Agung (Kejagung) terus mendalami kasus dugaan korupsi jual beli ore nikel di Blok Mandiodo-Tapunggaya-Tapumeya, Kabupaten Konawe Utara (Konut), Sulawesi Tenggara. Kabar terbaru menyebutkan tim penyidik Kejagung telah memeriksa Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Konawe Utara, Safruddin.
Dilansir dari Tempo, Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara (Kejati Sultra), Dody, membenarkan adanya pemeriksaan tersebut. “Pemeriksaanya terkait dugaan tindak pidana korupsi tambang nikel di Konawe Utara,” ujarnya kepada Tempo pada Kamis, 25 April 2025.
Dody menjelaskan bahwa pemeriksaan terhadap mantan Camat Molawe itu dilakukan sebagai saksi untuk memberikan keterangan mengenai aktivitas pertambangan PT. Cinta Jaya yang diduga bermasalah secara hukum pada tahun 2022. Pemeriksaan ini merupakan kelanjutan dari pengusutan kasus tambang Blok Mandiodo yang sebelumnya telah ditangani oleh Kejati Sultra. Pada pemeriksaan Maret 2025 lalu, Safruddin juga telah dimintai untuk membawa dokumen terkait aktivitas tambang PT. Cinta Jaya sejak tahun 2017 hingga 2022.
Tempo telah mencoba mengkonfirmasi langsung kepada Safruddin terkait pemeriksaan ini melalui sambungan telepon seluler pada Kamis, 24 April 2025, namun belum mendapatkan respons.
Penggiat antikorupsi Sulawesi Tenggara, La Ode Zoe Tumada, mengungkapkan bahwa dugaan korupsi tambang di Blok Mandiodo berpotensi menimbulkan kerugian negara yang sangat besar. Berdasarkan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), potensi kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp 5,7 triliun.
Oleh karena itu, La Ode mendesak Kejaksaan Agung untuk transparan dalam proses penyelidikan guna menghindari adanya konflik kepentingan. Ia juga mengingatkan adanya dugaan gratifikasi yang melibatkan mantan Kepala Kejati Sultra, Ramiel Jesaja.
Lebih lanjut, La Ode meminta Kejagung untuk menetapkan pihak-pihak lain yang diduga terlibat dalam kasus korupsi ini sebagai tersangka. “Iya kasusnya harus bersama kita kawal karena menimbulkan kerugian yang tidak sedikit, semua pihak yang terlibat dari pengusaha sampai pejabat perlu mendapatkan hukuman yang setimpal,” tegasnya kepada Tempo.
Blok Mandiodo merupakan salah satu kawasan konsesi tambang nikel strategis di Konawe Utara. Kasus dugaan korupsi tambang nikel di wilayah ini mencuat sejak tahun 2022. Penambangan nikel ilegal ini diduga merugikan negara hingga Rp 5,7 triliun dan terjadi di lahan konsesi PT. Aneka Tambang (Antam) yang menjalin kerja sama operasi dengan PT. Lawu Agung Mining (LAM). Dalam kerja sama tersebut, PT. LAM kemudian melibatkan 39 perusahaan tambang lainnya, termasuk PT. Cinta Jaya.
Di Blok Mandiodo, PT. Antam baru mengelola sekitar 22 hektar lahan, sementara 157 hektar lahan lainnya belum memiliki izin pemanfaatan kawasan hutan. Nikel hasil penambangan di ratusan hektar lahan tanpa izin inilah yang diduga dikelola dan dijual secara ilegal oleh PT. LAM.
Berdasarkan perjanjian Kerja Sama Operasi (KSO), PT. LAM seharusnya menjual ore nikelnya kepada PT. Antam. Namun, dalam praktiknya, PT. LAM diduga menjual ore tersebut ke smelter di Morowali dan Morosi dengan memalsukan dokumen seolah-olah nikel tersebut berasal dari konsesi tambang lain.
Kasus ini telah menjerat sejumlah pihak, termasuk mantan pejabat di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ridwan Djamaluddin, mantan Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Sugeng Mujianto, pemilik PT. LAM Windu Aji Sutanto, Kuasa Direktur PT. Cinta Jaya Agus Salim Majid, General Manager PT. Antam Konut Hendra Wijayanto, Direktur PT. Tristaco Rudy Hariyadi Tjhandra, dan Direktur PT. Kabaena Kromit Pratama Andi Adriansyah. Perkembangan terbaru dengan diperiksanya Sekda Konawe Utara menunjukkan keseriusan Kejaksaan Agung dalam mengungkap tuntas kasus dugaan korupsi yang merugikan negara triliunan rupiah ini. (Tempo)