KENDARI, – Aksi unjuk rasa yang dilakukan ratusan mahasiswa di depan Kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tenggara (Sultra) pada Senin (28/04) siang berakhir ricuh.
Massa yang geram dengan lambannya penanganan kasus dugaan korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang menyeret nama Komisaris PT Lawu Agung Mining (LAM), Tan Lie Pin, nekat mendobrak pagar dan membakar ban bekas di depan gerbang utama.
Pantauan di lokasi, sejak pukul 11.00 WITA, ratusan mahasiswa telah memadati area Kejati Sultra. Orasi pedas bergantian disuarakan, kobaran api dari ban bekas membumbung tinggi, dan upaya paksa menerobos masuk kantor kejaksaan tak terhindarkan. Pintu gerbang yang terkunci rapat menjadi sasaran amukan massa, didorong berkali-kali hingga pagar terlihat oleng.
Jenderal Lapangan aksi, Muh. Ikbal, dalam orasinya mengungkapkan kekecewaan mendalam terhadap kinerja Kejati Sultra. Ia menyebutkan bahwa Kejati telah menetapkan sejumlah tersangka dalam kasus korupsi Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Antam di Blok Mandiodo, Konawe Utara.
Ironisnya, lanjut Ikbal, dari tiga tersangka yang berasal dari PT LAM (pemilik, direktur, dan pelaksana lapangan), nama Tan Lie Pin selaku komisaris justru belum tersentuh hukum.
“Sudah jelas TPPU dan korupsinya masuk! Fakta persidangan membuktikan yang bersangkutan memerintahkan pembukaan rekening untuk menampung uang haram. Tapi kenapa sampai sekarang masih bebas berkeliaran?” seru Ikbal dengan nada tinggi.
Lebih lanjut, Ikbal mengungkapkan bahwa pihaknya telah berulang kali mendatangi penyidik Kejati Sultra, namun hanya mendapatkan janji-janji kosong. “Kasus ini sudah bergulir sejak 2022, kami hanya disuruh bersabar. Ini jelas pelecehan terhadap keadilan!” tegasnya.
Menanggapi aksi anarkis tersebut, Kasi V Intelijen Kejati Sultra, Ruslan, yang menemui perwakilan mahasiswa hanya memberikan pernyataan singkat. “Kasus ini masih berproses. Kami pastikan setiap pelaku yang merugikan keuangan negara akan ditindak tegas,” ujarnya.
Diketahui, kasus dugaan korupsi IUP PT Antam di Blok Mandiodo ini diperkirakan telah merugikan keuangan negara hingga mencapai Rp5,7 triliun.
Lambannya penanganan kasus ini jelas memicu kemarahan dan ketidakpercayaan masyarakat, khususnya kalangan mahasiswa, terhadap penegakan hukum di Sulawesi Tenggara. Aksi hari ini menjadi sinyal kuat bahwa publik menuntut kejelasan dan ketuntasan penanganan kasus megakorupsi ini tanpa pandang bulu. **