Kriminal

Mulai dari IUP Dicabut Hingga Jeti Ilegal, Inilah Kronologi Panjang Kasus Korupsi Nikel Kolaka Utara

422
×

Mulai dari IUP Dicabut Hingga Jeti Ilegal, Inilah Kronologi Panjang Kasus Korupsi Nikel Kolaka Utara

Sebarkan artikel ini
Kepala Syahbandar UUP Kelas III Kolaka Supriadi ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi tambang nikel oleh Kejati Sultra.

Kolaka, – Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara (Sultra) meningkatkan status Kepala Syahbandar Unit Penyelenggara Pelabuhan (UPP) Kelas III Kolaka, Supriadi, menjadi tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pertambangan nikel di wilayah Kolaka Utara.

Penetapan tersangka ini diumumkan oleh Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Sultra, Iwan Catur Karyawan, pada Senin (28/4/2025).

Selain Supriadi, Kejati Sultra juga menetapkan tiga tersangka lainnya yang berasal dari pihak swasta. Mereka adalah Moch Machrusy selaku Direktur Utama PT Alam Mitra Indah Nugraha (AMIN), Mulyadi yang menjabat sebagai Kuasa Direksi PT AMIN, serta Erick Subagyo selaku Direktur PT Bangun Praja Bersama (BPB).

Aspidsus Kejati Sultra menjelaskan bahwa Supriadi diduga kuat menyalahgunakan kewenangannya sebagai kepala syahbandar dengan memfasilitasi penjualan nikel yang ditambang secara ilegal di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Pandu Citra Mulia (PCM), yang berlokasi di Desa Latowu, Kecamatan Batu Putih, Kolaka Utara.

“Menetapkan saudara SPI (Supriadi) selaku kepala UPP Kelas III Kolaka sebagai tersangka,” ujar Iwan Catur kepada awak media.

Modus operandi yang diduga dilakukan Supriadi adalah dengan menerbitkan izin sandar dan berlayar bagi kapal-kapal pengangkut nikel yang menggunakan dokumen penjualan dari PT AMIN. Penjualan nikel ini dilakukan melalui pelabuhan khusus (jeti) milik PT Kurnia Mining Resources (KMR) yang dinilai tidak sah. Pasalnya, PT AMIN tidak terdaftar sebagai pengguna jasa jeti PT KMR di Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan (Dirjen Hubla Kemenhub).

Upaya pendaftaran PT AMIN sebagai pengguna jasa terminal umum PT KMR sempat dilakukan oleh Supriadi pada 7 Juli 2023. Namun, hingga saat ini, pendaftaran tersebut belum mendapatkan pengesahan resmi dari Dirjen Hubla Kemenhub. Kendati demikian, Supriadi tetap memberikan izin kepada PT AMIN untuk melakukan penjualan dan pengangkutan nikel melalui jeti PT KMR, yang diduga kuat setelah menerima sejumlah imbalan.

Lagi Viral, Baca Juga  Dugaan Konspirasi Tambang Ilegal, Pemerintah Desa Mondoe Diminta Klarifikasi

“Tersangka SPI diduga telah menerima sejumlah uang dalam setiap pemberian surat persetujuan berlayar (SPB) kapal tongkang yang berasal dari IUP PT PCM menggunakan dokumen penjualan PT AM (AMIN),” ungkap Iwan.

Tiga Tersangka Lain Ditahan, Diduga Gunakan Dokumen “Terbang”

Selain penetapan tersangka terhadap kepala syahbandar, Kejati Sultra juga melakukan penahanan terhadap tiga tersangka lainnya. Moch Machrusy ditangkap di Kabupaten Gresik, Jawa Timur, Erick Subagyo diamankan di kediamannya di Jakarta, sementara Mulyadi diringkus di Kabupaten Kolaka.

“Ketiga tersangka langsung kami tahan karena tidak kooperatif. Sudah dua kali kami melayangkan surat pemanggilan sebagai saksi namun tidak ada respons. Sehingga kami menerbitkan surat panggilan ketiga yang disertai dengan surat perintah membawa,” tegas Iwan.

Moch Machrusy dan Mulyadi kini ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Kendari, sementara Erick Subagyo ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung Jakarta.

Ketiga petinggi perusahaan tambang tersebut diduga terlibat dalam aktivitas penambangan ilegal dan melakukan penjualan nikel menggunakan dokumen yang tidak sah atau dikenal dengan istilah “dokumen terbang”.

Iwan Catur menjelaskan bahwa nikel yang diperjualbelikan menggunakan dokumen PT AMIN berasal dari IUP PT PCM. Padahal, IUP PT PCM telah dicabut oleh bupati Kolaka Utara pada tahun 2014, meskipun sempat dimenangkan kembali melalui putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Kendari pada tahun 2022.

“Putusan TUN bersifat deklaratoir dan belum dieksekusi oleh pihak yang menerbitkan putusan. Setelah kami cek, keputusan pencabutan IUP PT PCM masih tercatat di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), sehingga PT PCM belum memiliki Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) yang sah,” jelas Iwan.

Di sisi lain, PT AMIN memiliki IUP operasi produksi yang diterbitkan oleh bupati Kolaka Utara pada tahun 2014 dengan wilayah konsesi di Desa Patikala, Kecamatan Tolala. Pada tahun 2023, PT AMIN mendapatkan kuota produksi RKAB sebesar 500.232 metrik ton dan telah merealisasikan penjualan sebanyak 500.004 metrik ton.

Lagi Viral, Baca Juga  Seorang Warga Watuliandu Kolaka Diduga Jadi Korban Penganiayaan

Terungkapnya praktik ini bermula dari pertemuan antara Erick Subagyo dengan direktur PT KMR berinisial H pada Juni 2023 untuk membahas kerjasama penggunaan jeti.

Kesepakatan kerjasama kemudian ditindaklanjuti dengan perjanjian antara PT AMIN yang diwakili oleh Mulyadi dengan direktur PT KMR.

Dalam perjanjian tersebut, disepakati pengangkutan biji nikel yang diduga berasal dari IUP PT PCM menggunakan dokumen PT AMIN. Padahal, jarak antara IUP PT AMIN dengan jeti PT KMR lebih dari 40 kilometer dan melewati dua kecamatan.

“Sehingga ore nikel tersebut seolah-olah berasal dari wilayah IUP PT AM. Inilah yang kami sebut sebagai dokumen terbang,” kata Iwan.

Kejati Sultra saat ini masih melakukan perhitungan kerugian negara yang diperkirakan mencapai lebih dari Rp 200 miliar.

Keempat tersangka dijerat dengan pasal-pasal tindak pidana korupsi, termasuk Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, Pasal 5 juncto Pasal 12 huruf A, huruf B, Pasal 13 juncto Pasal Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 56 KUHP serta Pasal 64 KUHP.

Pihak kejaksaan juga telah melayangkan surat panggilan pemeriksaan terhadap Supriadi sebagai tersangka meskipun belum dilakukan penahanan. **

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

WP2Social Auto Publish Powered By : XYZScripts.com
error: Content is protected !!