Ekobis

Royalti Nikel Naik, Feronikel Antam Tidak Ada yang Beli!

247
×

Royalti Nikel Naik, Feronikel Antam Tidak Ada yang Beli!

Sebarkan artikel ini
Antam di Persimpangan Jalan: Antara Kewajiban Royalti dan Pasar yang Menghilang Akibat HPM

JAKARTA – PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) menyampaikan kekhawatiran mendalam terkait implementasi aturan Harga Patokan Mineral (HPM) yang baru. Direktur Utama Antam, Nico Kanter, mengungkapkan bahwa Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM Nomor 72 Tahun 2025 tentang Pedoman Penetapan Harga Patokan untuk Penjualan Komoditas Mineral Logam dan Batu Bara, berpotensi memberatkan perusahaan dan menghambat penjualan produk hilirisasi.

Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR RI pada Rabu (30/4/2025), Nico menjelaskan bahwa aturan HPM yang baru mewajibkan pembayaran royalti berdasarkan HPM dan harga premium. Lebih lanjut, ia menyoroti bahwa HPM kini berfungsi sebagai batas minimum harga penjualan mineral logam.

“Jadi tidak kita jual, kita mengambil keuntungan daripada HPM yang dijadikan sebagai batas minimum,” jelas Nico.

Meskipun Antam memahami maksud pemerintah dalam menetapkan HPM sebagai patokan pembayaran royalti, Nico menekankan bahwa implementasi aturan ini berdampak signifikan bagi sejumlah perusahaan mineral di Indonesia. Ia membandingkan dengan aturan sebelumnya, Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 11 Tahun 2020, yang dinilai hanya menetapkan HPM sebagai batas bawah pembayaran royalti, sehingga memberikan ruang bagi business judgment dalam transaksi business to business.

“Jadi untuk transaksinya kita masih diberikan adanya business judgment, business to business,” imbuhnya. Nico juga menegaskan bahwa selama ini Antam selalu membayar royalti dengan mengacu pada harga yang lebih tinggi dari HPM.

Dampak paling nyata dari aturan baru ini, menurut Nico, adalah terhambatnya penjualan bauksit tercuci dan feronikel. Sejak 1 April 2025, Antam terpaksa menghentikan penjualan bauksit karena tidak ada pembeli di dalam negeri yang bersedia membeli dengan patokan HPM.

“Jadi kita harus coba dari sejak tanggal 1 April (2025) kita sudah memberhentikan penjualan karena kita coba kepada buyer, tidak ada buyer. Smelter-smelter yang ada tidak ada yang mau membeli dengan harga HPM,” keluhnya.

Lagi Viral, Baca Juga  Peran Industri Keuangan dalam Mendorong Literasi, Sinergi OJK dan Perbankan

Lebih lanjut, Nico menjelaskan bahwa perusahaan smelter yang akan mengolah bauksit juga berpotensi mengalami kerugian akibat faktor koreksi dalam perhitungan HPM. Mereka menilai HPM saat ini terlalu tinggi.

“Sehingga smelter-smelter yang ada mereka melihat bahwa HPM ini terlalu tinggi harganya. Jadi oleh karena itu kita stop, tidak ada pembelian dan tidak ada pembayaran royalti apa-apa kepada negara.”

Kondisi serupa juga terjadi pada penjualan nikel jenis feronikel (FeNi). Nico mengungkapkan bahwa Antam saat ini tidak dapat menjual produk tersebut karena tidak ada pembeli akibat pemberlakuan aturan HPM yang baru. Dengan mandeknya penjualan bauksit dan feronikel, keberlangsungan operasional dan kontribusi royalti Antam kepada negara menjadi pertanyaan besar. (red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

WP2Social Auto Publish Powered By : XYZScripts.com
error: Content is protected !!