DESA LAKOMEA, KONAWE,  – Proses pembentukan pengurus dan anggota Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih di Desa Lakomea, Kecamatan Anggalomoare, Kabupaten Konawe, terus menuai polemik.
Dugaan adanya praktik sembunyi-sembunyi dalam musyawarah warga semakin menguat setelah terungkapnya fakta bahwa beberapa pengurus terpilih bukan warga asli Desa Lakomea, bahkan salah satunya baru mengurus KTP setempat.
Situasi ini mendorong sejumlah tokoh masyarakat setempat untuk mendesak dilakukannya pemilihan ulang, mengingat urgensi koperasi sebagai pilar ekonomi kerakyatan yang didukung penuh oleh pemerintah pusat.

Inisiatif Pemerintah vs. Realita di Lapangan
Pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih sejatinya adalah bagian dari inisiatif besar pemerintah untuk memperkuat ekonomi kerakyatan di tingkat desa. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 secara gamblang menegaskan bahwa perekonomian Indonesia disusun atas usaha bersama yang didasarkan pada asas kekeluargaan. Spirit inilah yang menjadi landasan utama gerakan koperasi di Tanah Air.
Komitmen pemerintah terhadap hal ini sangat jelas. Dalam retreat kepala daerah di Akmil Magelang pada 21-28 Februari 2025, Presiden Prabowo menekankan pentingnya pembentukan Koperasi Desa sebagai upaya untuk meningkatkan ketahanan pangan.
Lebih lanjut, pada Rapat Terbatas di Istana Negara pada 3 Maret 2025, Presiden RI mengumumkan peluncuran 80.000 koperasi desa dengan nama Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih, yang puncaknya akan diluncurkan bertepatan pada Hari Koperasi Nasional pada 12 Juli 2025. Inisiatif ini bertujuan mulia: meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat desa melalui pendekatan yang berbasis pada prinsip gotong royong, kekeluargaan, dan saling membantu.
Namun, semangat mulia tersebut seolah terkikis di Desa Lakomea. Pembentukan pengurus dan anggota koperasi terkesan dilakukan tanpa melibatkan Musyawarah Warga secara terbuka, prosedur yang seharusnya transparan dan melibatkan seluruh elemen masyarakat sesuai Petunjuk Pelaksanaan Menteri Koperasi Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2025.

Musyawarah Tertutup dan Kejanggalan Pengurus
Kegiatan pelaksanaan pemilihan pengurus Koperasi Desa Merah Putih Lakomea awalnya digelar di Balai Desa Lakomea, pada Rabu, 21 Mei 2025. Suasana rapat di balai desa dengan dinding berwarna biru cerah terlihat di mana Camat Anggalomoare, Rusmin Suleman Alaeka, S.Ip, duduk di ujung meja pimpinan, di sampingnya terlihat Ketua BPD, kemudian seorang Kades Desa Lakomea Ibu Suriani, dan di sisi paling kanan adalah pendamping desa.
Para peserta rapat duduk di kursi plastik, memenuhi sebagian kecil ruangan balai desa tersebut. Meskipun ada beberapa peserta, suasana yang digambarkan oleh warga menunjukkan minimnya partisipasi aktif dari mayoritas penduduk.
Kejanggalan semakin nyata dengan terpilihnya pengurus yang dikabarkan bukan masyarakat ber-KTP Desa Lakomea. Penunjukan mereka juga disebut-sebut tanpa ada tanda tangan persetujuan dari dua anggota BPD Desa Lakomea, menambah keraguan akan legitimasi prosesnya.
Saat dikonfirmasi, Camat Anggalomoare, Rusmin Suleman Alaeka, S.Ip, yang turut menghadiri kegiatan tersebut berdalih bahwa pihak pemerintah setempat tidak ingin mengganggu aktivitas dan kesibukan warga, sehingga hanya mengundang perwakilan. Namun, dalih ini dibantah keras oleh salah satu anggota BPD.
“Kami tidak pernah diinformasikan terkait kegiatan pelaksanaan rapat pembentukan pengurus Koperasi Merah Putih itu,” ujarnya. Ia menegaskan, warga Desa Lakomea biasanya sangat antusias dan akan “tumpah ruah” menghadiri rapat jika ada kegiatan penting.

Pengakuan Pengurus dan Tuntutan Warga
Polemik ini semakin panas dengan pengakuan salah satu pengurus terpilih, Beni Samba, kepada Perdetik. Ia membenarkan bahwa salah satu pengurus memang bukan ber-KTP Desa Lakomea.
Beni juga mengakui bahwa pelaksanaan penunjukan pengurus mendapat komplain dari warga, yang berujung pada keputusan untuk mengadakan kegiatan tersebut di rumah warga, bukan di tempat terbuka.
Beni menjelaskan, awalnya dirinya yang ditunjuk sebagai ketua pengurus Koperasi Merah Putih di Desa Lakomea. Namun, karena merasa tidak sanggup mengemban amanah tersebut, pengurus kemudian berembuk kembali dan menunjuk Agus sebagai ketua.
Menariknya, Agus juga belum ber-KTP Desa Lakomea saat ditunjuk. “Hari ini dia (Agus, red) pergi urus KTP-nya,” kata Beni kepada Perdetik pada Kamis, 22 Mei 2025.
Anggota BPD Desa Lakomea, Fais, menegaskan adanya pelanggaran prosedur. “Berita Acaranya semestinya ditandatangani. Ini dilantik tanpa ada tanda tangan dari dua anggota BPD,” ungkap Fais.
Ia menambahkan, karena sempat kacau di balai desa, pelantikan ketua pengurus dan anggotanya akhirnya dipindahkan ke rumah ketua BPD Desa Lakomea. Fais juga menyebutkan insiden di mana “dia (Agus, red) hantamkan saya meja itu ketua pengurus Agus SH, yang notabene bukan ber-KTP di sini,” mengindikasikan adanya ketegangan dan resistensi dari masyarakat.
Adapun struktur pengurus koperasi yang kabarnya telah terbentuk adalah sebagai berikut:
- Ketua: Agus, S.H. (tidak memiliki KTP Desa Lakomea)
- Sekretaris: Beni Samba
- Bendahara: Rista
- Wakil Ketua Usaha: Fitra dan Adrian Putri Gigi
Menyikapi berbagai kejanggalan ini, sejumlah tokoh masyarakat di Desa Lakomea mendesak pemerintah desa setempat untuk segera melaksanakan pemilihan ulang. Mereka menuntut agar proses pemilihan melibatkan seluruh lapisan masyarakat Desa Lakomea.
“Kami mendesak agar dilakukan verifikasi yang transparan kepada calon pengurus. Ini penting untuk memberikan ruang kepada siapa saja masyarakat desa yang mampu dan memenuhi syarat untuk menjadi pengurus koperasi,” ujar salah seorang tokoh masyarakat yang enggan disebutkan namanya.
Tindak Lanjut dan Potensi Partisipasi Warga
Dikonfirmasi terpisah, Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Sultra La Ode Muhamad Shalihin menyatakan akan mengatensi kabar ini. “Kami masih menunggu laporan dari pendamping desa terkait polemik yang terjadi di Desa Lakomea,” kata Shalihin, menegaskan bahwa pihaknya akan menindaklanjuti informasi ini.
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Konawe menunjukkan bahwa jumlah penduduk di Desa Lakomea sebanyak 575 jiwa, terdiri dari 310 laki-laki dan 265 perempuan. Angka ini menunjukkan potensi partisipasi masyarakat yang besar dalam pembentukan koperasi jika prosesnya dilakukan secara transparan dan inklusif.

Awak media telah mencoba melakukan konfirmasi kepada Kepala Desa Lakomea, Suriani, serta Bupati Konawe, Yusran Akbar, terkait permasalahan ini. Namun, hingga berita ini diterbitkan pada Kamis, 22 Mei 2025, belum ada tanggapan resmi dari kedua belah pihak yang bersangkutan.
Situasi ini menuntut perhatian serius dari pihak terkait untuk mengusut tuntas dugaan penyimpangan dalam pembentukan Koperasi Merah Putih di Desa Lakomea. Jangan sampai inisiatif besar pemerintah untuk memperkuat ekonomi desa melalui koperasi justru tercoreng oleh praktik-praktik yang tidak transparan dan tidak partisipatif, serta melanggar asas kekeluargaan yang menjadi roh koperasi di Indonesia. (red)