Kendari, Sulawesi Tenggara – Aliansi Masyarakat Peduli Hukum (Ampuh) Sulawesi Tenggara (Sultra) kini tak lagi sekadar mendesak pembekuan.
Mereka secara tegas meminta Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) TMP C Kendari untuk mencabut status dan izin Kawasan Berikat Morosi yang dikelola oleh PT. Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI). Tuntutan ini mengemuka setelah Ampuh Sultra mengklaim telah mengantongi bukti dan data konkret dugaan penyalahgunaan kawasan berikat untuk kegiatan ilegal oleh manajemen VDNI.
Direktur Ampuh Sultra, Hendro Nilopo, mengungkapkan temuan pihaknya. Ia menyebut PT. VDNI diduga kerap mengeluarkan barang dari Kawasan Berikat Morosi tanpa dilengkapi dokumen resmi. “Setelah kami tracking, ternyata kegiatan pengeluaran barang dari Kawasan Berikat Morosi tanpa dokumen resmi seperti BC 4.1 dan SPPB-TPB sudah berlangsung selama kurang lebih tiga tahunan. Dan ini sangat bertentangan dengan aturan yang ada,” kata Hendro kepada media, Selasa (15/7/2025).
Hendro menjelaskan, setiap pengeluaran barang dari dan ke dalam Kawasan Berikat wajib dilengkapi dokumen resmi. Hal ini, tegasnya, secara gamblang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 65/PMK.04/2021 tentang Perubahan atas PMK Nomor 131/PMK.04/2018 tentang Kawasan Berikat. Ia merinci, Pasal 27 ayat (1) PMK tersebut menyebutkan pengeluaran barang dari Kawasan Berikat harus mendapat persetujuan Pejabat Bea dan Cukai dan/atau SKP.
“Kemudian dipertegas lagi pada Pasal 27 ayat (2) bahwa Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat, atau PDKB yang mengeluarkan barang sebelum mendapat persetujuan… dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan Izin Kawasan Berikatnya dibekukan,” terang Hendro.
Melihat kondisi ini, Hendro Nilopo menilai bahwa aktivitas pengeluaran limbah besi, kabel, dan ban dari Kawasan Berikat Morosi oleh PT. VDNI secara ilegal tanpa dokumen resmi selama bertahun-tahun telah memenuhi syarat untuk pembekuan bahkan pencabutan Izin Kawasan Berikat Morosi.
“Kalau berbicara tentang aturan, kegiatan pengeluaran barang dari Kawasan Berikat Morosi yang dilakukan secara masif oleh PT. VDNI menurut kami sudah memenuhi syarat untuk dilakukan pembekuan bahkan pencabutan status dan Izin Kawasan Berikatnya,” ucap mahasiswa S2 Ilmu Hukum UJ Jakarta itu.
Yang lebih mengejutkan, Hendro membeberkan bahwa Izin Kawasan Berikat Morosi sudah pernah dibekukan oleh KPPBC TMP C Kendari sebelumnya, imbas dugaan kegiatan ilegal baik oleh PT. VDNI maupun OSS. “Kawasan Berikat Morosi sudah pernah dibekukan, artinya untuk sanksi berikutnya seharusnya tidak lagi sebatas pembekuan, tetapi pencabutan izin Kawasan Berikat. Serta PT. VDNI harus bertanggung jawab terhadap barang-barang yang telah dikeluarkan dari Kawasan Berikat tanpa dokumen resmi,” beber pria yang juga pengurus DPP KNPI itu.
Di akhir pernyataannya, Hendro mengingatkan KPPBC TMP C Kendari, sebagai perpanjangan tangan Kementerian Keuangan dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, untuk segera memberikan sanksi tegas kepada PT. VDNI. “Otoritas yang berwenang untuk memberi sanksi kepada PT. VDNI terkait kegiatan ilegal di dalam Kawasan Berikat Morosi adalah KPPBC Kendari sebagai perpanjangan tangan dari Kementerian Keuangan dan Dirjen Bea dan Cukai,” jelasnya.
Ampuh Sultra pun menegaskan akan terus mengawal kasus ini hingga PT. VDNI mendapatkan sanksi yang setimpal. “Kami harap agar KPPBC TMP C Kendari profesional dalam menjalankan tugas negara. Terkait pelanggaran di Kawasan Berikat Morosi oleh PT. VDNI tidak bisa lagi hanya sebatas pembekuan, karena itu sudah pernah dilakukan. Kami minta agar status Kawasan Berikat Morosi dicabut,” tutup Hendro.**