Peristiwa

BUMI MEKONGGA JADI SASARAN INVESTASI, RUMPUN PONG SALAMBA TERLUPAKAN? Konflik Lahan Tak Kunjung Usai

149
×

BUMI MEKONGGA JADI SASARAN INVESTASI, RUMPUN PONG SALAMBA TERLUPAKAN? Konflik Lahan Tak Kunjung Usai

Sebarkan artikel ini
Kuasa hukum rumpun Pong Salamba, Ray Ichtiar Basya/Ist

MOROWALI (SULTENG) –  Gelombang protes kembali menggema dari Rumpun Pong Salamba terkait sengketa lahan dengan PT Vale Indonesia di jalur Seba-seba, wilayah perbatasan antara Morowali, Sulawesi Tengah, dan Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Mereka menuding perusahaan tambang raksasa itu belum menunjukkan itikad baik untuk menyelesaikan konflik yang kian meruncing.

Rumpun Pong Salamba bersikukuh bahwa lahan yang kini menjadi lokasi pembangunan jalan hauling dan pembabatan hutan oleh Vale adalah tanah leluhur yang telah mereka kelola secara turun temurun sejak tahun 1900. Penolakan keras terhadap aktivitas pertambangan Vale di lahan tersebut menjadi harga mati bagi mereka.

Kuasa hukum Rumpun Pong Salamba, Ray Ichtiar Basya, mengungkapkan kekecewaannya atas sikap Vale yang dinilai arogan dan mengabaikan hak-hak kliennya. Menurutnya, Vale terus melakukan aktivitas di lahan sengketa tanpa membuka ruang dialog yang konstruktif.

“Hingga saat ini belum ada titik penyelesaian maupun itikad baik dari PT Vale Indonesia. Mestinya perusahaan membuka ruang dialog dengan klien kami sebelum melakukan aktivitas di lahan yang menjadi objek sengketa,” tegas Ray kepada awak media, Selasa (15/04/2025).

Lebih lanjut, Ray mempertanyakan peran pemerintah dalam menengahi konflik agraria yang telah berlangsung beberapa bulan ini. Pihaknya mengaku telah melayangkan surat kepada Presiden, Kementerian ATR/BPN, Kementerian Hukum dan HAM, hingga Kementerian ESDM, namun belum ada respons signifikan.

“Kami sangat menyayangkan belum adanya tindakan maupun atensi dan berharap pemerintah segera menjadi penengah dan harus berdiri secara netral dalam membantu menyelesaikan perkara ini,” ungkapnya dengan nada kecewa.

Selain masalah sengketa lahan, Rumpun Pong Salamba juga menyoroti pembiaran Vale terhadap jalan hauling yang kini dilalui oleh kendaraan umum. Mereka khawatir, aktivitas alat berat di jalur yang sama dengan lalu lintas masyarakat umum dapat membahayakan keselamatan.

“Kami tidak menentang kehadiran perusahaan dan aktivitas pertambangan. Tetapi penting bagi kami agar penyelesaian sengketa ini segera dilakukan agar tidak memperumit dan memperpanjang kerugian kedua belah pihak,” tutur Ray, menekankan pentingnya solusi yang adil dan berkeadilan.

Vale Berkilah Soal Status Hutan Lindung, Ekspansi di Kolaka Jadi Sorotan

Sebelumnya, dalam keterangan resmi yang diterima pada Senin (17/02/2025), PT Vale Indonesia melalui Head of Corporate Communications, Vanda Kusumaningrum, menyatakan komitmen perusahaan untuk menjalankan kegiatan operasional sesuai dengan peraturan perundang-undangan, termasuk dalam pengelolaan Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP).

“Perusahaan juga menghormati hak-hak masyarakat dan selalu mengedepankan dialog dalam menyelesaikan setiap isu yang berkaitan dengan lahan,” klaim Vanda dalam keterangan tertulisnya.

Terkait klaim status lahan oleh Rumpun Pong Salamba, Vanda menyebut bahwa lahan tersebut berada di dalam kawasan hutan lindung. Ia berdalih bahwa sesuai aturan, tidak boleh ada aktivitas apapun di kawasan hutan lindung kecuali telah mengantongi izin dari pemerintah.

Vanda menyatakan bahwa PT Vale Indonesia sebagai pemegang Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) telah mengantongi Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH) untuk area yang disengketakan di perbatasan Morowali dan Luwu Timur. Namun, hal ini justru semakin memicu pertanyaan dari Rumpun Pong Salamba mengenai dasar dan proses perizinan tersebut.

Konflik lahan di perbatasan Morowali dan Luwu Timur ini terjadi di tengah gencar-gencarnya ekspansi PT Vale di Sulawesi Tenggara, khususnya proyek strategis di Kolaka. Situasi ini menimbulkan kekhawatiran akan potensi dampak sosial dan lingkungan yang lebih luas jika sengketa lahan tidak segera diselesaikan dengan baik. Rumpun Pong Salamba sekali lagi mendesak pemerintah untuk bertindak tegas dan memastikan keadilan bagi masyarakat adat yang telah lama mengelola tanah leluhur mereka.

Sekadar informasi, PT Vale bersama dan Zhejiang Huayou Cobalt Co., Ltd. mewujudkan kemitraan yang saling mendukung praktik pertambangan berkelanjutan di Bumi Mekongga, Sulawesi Tenggara. PT Vale berperan memasok bijih nikel, sedangkan Huayou akan memastikan pengolahan nikel di pabrik berbasis HPAL (High-Pressure Acid Leach). Huayou memiliki keunggulan operasional sebagai pemasok bahan untuk baterai kendaraan listrik. Sedangkan PT Vale punya pengalaman lebih dari setengah abad dalam melakukan penambangan berkelanjutan di Indonesia.

Output tahunan yang diperkirakan dari proyek ini mencapai 120.000 ton nikel dan sekitar 15.000 ton kobalt yang terkandung dalam produk MHP. Investasi di Blok Pomalaa untuk tambang dan fasilitas HPAL mencapai US$ 4,5 miliar. (red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!