JAKARTA – Himpunan Aktivis Mahasiswa Indonesia (HAMI) Sulawesi Tenggara (SULTRA) Jakarta menyatakan kesiapan untuk segera melaporkan dugaan pelanggaran lingkungan yang dilakukan oleh PT Paramitha Persada Tama ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Laporan ini disertai desakan agar kedua kementerian segera mencabut izin lingkungan dan izin lintas Taman Wisata Alam Laut (TWAL) yang dimiliki perusahaan tersebut di Kabupaten Konawe Utara.
Selain itu, HAMI juga mendesak Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk memanggil dan mengadili Direktur Utama PT Paramitha Persada Tama terkait dugaan pelanggaran hukum di bidang lingkungan.
Presidium HAMI SULTRA Jakarta, Irsan Aprianto, mengungkapkan bahwa pihaknya menduga kuat PT Paramitha Persada Tama dalam menjalankan aktivitasnya telah mengabaikan faktor pencemaran lingkungan dan bahkan melakukan penebangan hutan di dalam kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT).
“Ini bukan hanya persoalan teknis, ini adalah bentuk nyata pelanggaran hukum di bidang lingkungan. Ketika ini dibiarkan, masyarakat akan menjadi korban,” ungkap Irsan. Ia menegaskan, potensi pelanggaran hukum yang diduga mencemari laut ini tidak hanya menimbulkan dampak ekologis, tetapi juga memiliki konsekuensi hukum serius.
Irsan menyoroti ketentuan hukum yang diduga dilanggar, merujuk pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Ia menyebut Pasal 60 yang melarang pembuangan limbah ke media lingkungan hidup tanpa izin resmi, dan Pasal 104 yang mengatur ancaman pidana hingga tiga tahun penjara dan denda maksimal Rp3 miliar bagi pelakunya.
Guna membuktikan dugaan tersebut, Irsan mendesak KLHK dan KKP untuk segera membentuk tim di bidang pengendalian pencemaran lingkungan dan turun langsung ke lapangan. Tim ini diminta melakukan investigasi lapangan, termasuk pengecekan titik koordinat lokasi aktivitas perusahaan.
“Kami minta KLHK dan KKP segera membentuk tim untuk turun ke lapangan melakukan pengecekan titik koordinat, dan berkoordinasi apakah fakta di lapangan sama dengan dugaan pencemaran lingkungan ini betul atau tidak. Ini demi menjadi bukti keseriusan bahwa pemerintah serius menangani persoalan tambang ilegal, sehingga tidak ada lagi ruang bagi mafia tambang,” tegasnya.
Irsan juga menyatakan dukungan dari Direktur Eksekutif Nasional Indonesian Environmental Observer Association (EN IEOA) yang siap menyerahkan laporan ke KLHK, KKP, Kejagung, bahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Mereka menilai pencemaran lingkungan sebagai bentuk kejahatan luar biasa yang tidak dapat ditoleransi.
“Ini adalah bentuk kejahatan luar biasa yang sangat merugikan masyarakat. Untuk itu, kami meminta Bareskrim Polri bersama instansi terkait untuk segera memanggil dan mengadili Dirut PT Paramitha Persada Tama yang diduga sebagai aktor dari terjadinya pencemaran lingkungan,” tutup Irsan Aprianto. (NN)










