Ekobis

Penerimaan Negara Gagal Tutup Kebutuhan Pemerintah, IHSG dan Rupiah Terpuruk

271
×

Penerimaan Negara Gagal Tutup Kebutuhan Pemerintah, IHSG dan Rupiah Terpuruk

Sebarkan artikel ini
rupiah terpuruk

Jakarta – Penerimaan negara dari pajak anjlok hingga 30 persen, membuat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) defisit Rp31,2 triliun. Situasi ini berdampak negatif terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang mengalami tekanan signifikan, serta melemahnya nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS.

IHSG Merah, Investor Asing Kabur

Pada perdagangan Senin (17/3/2025), IHSG ditutup turun 43,68 poin (0,67 persen) ke level 6.471,94. Pada sesi awal perdagangan, indeks sempat menyentuh level tertinggi 6.557,41, namun tak mampu bertahan hingga penutupan. Sepanjang hari, IHSG bergerak di rentang 6.400-an, dengan posisi terendah di 6.445,97.

Kondisi ini diperburuk oleh aksi jual investor asing, yang ditandai dengan keluarnya modal sebesar Rp23 triliun dalam satu pekan terakhir. Saham berkapitalisasi besar (blue chip) pun mengalami tekanan, membuat mayoritas sektor berada di zona merah.

Tak hanya IHSG, Rupiah juga melemah terhadap Dolar AS. Data Bloomberg menunjukkan, Rupiah ditutup di level Rp16.406 per dolar AS, melemah 0,34 persen (56 poin) dibandingkan penutupan sebelumnya. Sementara itu, kurs tengah Jisdor menunjukkan Rupiah berada di level Rp16.379 per dolar AS.

Kebijakan Impulsif Pemicu Defisit

Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) menilai kebijakan impulsif pemerintahan Presiden Prabowo Subianto menjadi penyebab utama defisit APBN pada awal 2025. Peneliti Seknas FITRA, Gulfino Guevarrato, menyebut program-program seperti pemangkasan anggaran yang tidak terarah, pembentukan Badan Pengelola Investasi Danantara, hingga program Makan Bergizi Gratis justru menciptakan ketidakpastian ekonomi.

“Kebijakan ini tidak dipersiapkan secara matang, sehingga dampaknya justru memperlemah daya beli masyarakat dan memicu keluarnya modal asing,” ujar Gulfino.

Efisiensi Anggaran untuk Danantara

Di tengah tekanan defisit, pemerintah justru menginstruksikan efisiensi anggaran sebesar Rp306,7 triliun. Ironisnya, dana yang seharusnya dialokasikan untuk program produktif justru digunakan sebagai modal tambahan bagi Danantara dan program populis lainnya.

Lagi Viral, Baca Juga  Pertamina Resmikan Fasilitas Jetty Kapal Industri di Kendari, Dukung Distribusi BBM Biosolar B35

“Indonesia sedang dalam kondisi ekonomi yang suram. Silat lidah pejabat tak bisa menutupi realita bahwa negara ini tidak baik-baik saja,” tegas Gulfino.

Coretax Error, Penerimaan Pajak Anjlok

Di sisi lain, penerimaan pajak yang menjadi tulang punggung pendapatan negara juga mengalami kontraksi. Investasi besar untuk sistem Coretax dengan anggaran Rp1,2 triliun ternyata tidak efektif. Sejak diluncurkan awal 2025, sistem ini terus mengalami kendala, membuat pelaporan pajak terhambat.

Pendapatan pajak pada Februari 2025 hanya mencapai Rp187,8 triliun, turun drastis 30 persen dibandingkan Februari 2024 yang mencapai Rp269 triliun.

Kementerian Keuangan berdalih, penurunan penerimaan pajak disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk Tarif Efektif Rata-Rata (TER), relaksasi Pajak Pertambahan Nilai (PPN DN), serta restitusi yang lebih besar. Namun, mereka tidak menyinggung kegagalan sistem Coretax yang jelas berdampak besar terhadap penerimaan negara.

Rekomendasi FITRA

Seknas FITRA mendesak pemerintah segera melakukan langkah korektif untuk mengatasi kondisi ini. Beberapa rekomendasi yang diajukan antara lain:

  1. Meninjau ulang kebijakan pemangkasan anggaran – Efisiensi harus dilakukan secara proporsional dan tidak merugikan layanan publik.
  2. Memperbaiki sistem perpajakan – Coretax yang terus bermasalah harus segera dievaluasi dan diperbaiki agar tidak menghambat penerimaan negara.
  3. Diversifikasi sumber penerimaan negara – Pemerintah tidak boleh hanya mengandalkan pajak, tetapi harus mengoptimalkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), terutama dari sektor Sumber Daya Alam.
  4. Menutup celah kebocoran keuangan negara – Ekstensifikasi pajak dan cukai harus diperluas, terutama pada industri yang berdampak negatif terhadap lingkungan.
  5. Menuntaskan kasus korupsi Pertamina – Penegakan hukum harus dilakukan secara serius agar subsidi/kompensasi BBM dapat dikelola dengan efisien.

Situasi ekonomi nasional semakin tidak menentu akibat kebijakan yang tidak terarah. Jika pemerintah tidak segera melakukan koreksi, bukan tidak mungkin kepercayaan publik dan investor akan semakin tergerus, memperburuk kondisi perekonomian Indonesia. (red)

Lagi Viral, Baca Juga  Gawat! Rupiah di Pasar NDF Jebol Rp17.000, Terlemah Sepanjang Sejarah

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

WP2Social Auto Publish Powered By : XYZScripts.com
error: Content is protected !!