Peristiwa

Warga Adam Talhafid 1 Keluhkan Bak Sampah dan Jalan Rusak, Pengembang Beralasan

189
×

Warga Adam Talhafid 1 Keluhkan Bak Sampah dan Jalan Rusak, Pengembang Beralasan

Sebarkan artikel ini
Perumahan Adham Talhafid 1,

KENDARI – Dugaan ketidakpatuhan pengembang kembali mencuat di Perumahan Adham Talhafid 1, Kendari, yang dibangun oleh PT SHIFA ISTHIN NEISYA. Anggota Komisi III DPRD Kota Kendari, LM Rajab Jinik, menyoroti keluhan warga terkait tidak terpenuhinya fasilitas dasar, seperti jalan, bak sampah, dan Ruang Terbuka Hijau (RTH).

Rajab Jinik menegaskan bahwa pembangunan bak sampah merupakan kewajiban mutlak pengembang. Pihaknya juga akan memeriksa status serah terima jalan perumahan ke Pemerintah Kota Kendari. “Kalau belum diserahkan, berarti masih tanggung jawab perumahan,” jelasnya. Selain itu, ia mendesak pengembang untuk segera menormalisasi RTH yang diduga disalahgunakan.

Menanggapi hal ini, Developer Perumahan Adham Talhafid 1, Ibas, memberikan klarifikasi. Ia mengklaim telah ada kesepakatan dengan pemerintah setempat terkait penarikan sampah melalui iuran, bukan pembangunan bak sampah.

Mengenai jalan, ia mengaku sedang mengajukan Bantuan Subsidi Usaha (BSU) dan berjanji akan menambal kerusakan kecil. Ibas juga menegaskan telah memenuhi kewajiban 40 persen RTH dan telah melayangkan somasi kepada warga yang menyalahgunakan area tersebut.

Praktik pengembang “nakal” yang membangun perumahan tidak sesuai dengan ketentuan dan perjanjian kini menghadapi sanksi yang lebih berat, mulai dari sanksi administratif, denda, hingga pidana penjara. Aturan ini ditegaskan dalam sejumlah beleid yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk melindungi konsumen dan memastikan kualitas hunian.

Menurut Pasal 134 Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, setiap orang dilarang menyelenggarakan pembangunan perumahan yang tidak sesuai dengan kriteria, spesifikasi, persyaratan, serta prasarana, sarana, dan utilitas umum (PSU) yang telah diperjanjikan.

Apabila pengembang melanggar, sanksi yang dikenakan tercantum dalam Pasal 150 sebagaimana telah diubah dalam Pasal 50 UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang. Sanksi administratif yang dapat dikenakan sangat beragam dan berlapis, antara lain:

  • Peringatan tertulis
  • Pembatasan kegiatan pembangunan
  • Penghentian sementara atau tetap pekerjaan pembangunan
  • Penguasaan sementara oleh pemerintah (disegel)
  • Kewajiban membongkar sendiri bangunan
  • Membangun kembali perumahan sesuai perjanjian
  • Pembekuan atau pencabutan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG)
  • Pembekuan atau pencabutan Perizinan Berusaha
  • Pengenaan denda administratif
  • Penutupan lokasi
Lagi Viral, Baca Juga  Ampuh Soroti Penerbitan IUP OP PT. Hikari Jeindo, Sebut Ada Konspirasi Pejabat Daerah dan Pusat

Tidak hanya sanksi administratif, pengembang juga bisa dijerat dengan sanksi denda pidana. Pasal 151 UU yang sama menyebutkan, jika pembangunan yang tidak sesuai perjanjian mengakibatkan timbulnya korban atau kerusakan terhadap kesehatan, keselamatan, dan lingkungan, pengembang dapat dipidana dengan denda paling banyak Rp 5 miliar.

Selain denda, pengembang nakal juga bisa menghadapi sanksi pidana lain seperti hukuman penjara. Aturan ini diharapkan dapat memberikan efek jera dan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap industri perumahan yang sehat dan bertanggung jawab.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

WP2Social Auto Publish Powered By : XYZScripts.com
error: Content is protected !!