Kolaka Utara, – Polemik anggaran di Kabupaten Kolaka Utara memanas setelah Wakil Bupati (Wabup) H. Jumarding, SE., secara terbuka menolak keras rencana pengadaan sewa kendaraan mewah senilai total Rp 1,741 Miliar untuk para kepala desa dan pejabat daerah.
Dalam keterangan persnya, Wabup bahkan menuding proses pengadaan ini terkesan “ditutup-tutupi” dan mencerminkan “mental korup” dalam birokrasi, di tengah kondisi keuangan daerah yang sedang kritis.
Penolakan Wabup ini muncul setelah informasi sewa 65 unit kendaraan—termasuk Toyota Rush, Veloz, hingga satu unit Toyota Fortuner seharga Rp 23 juta per bulan—bocor ke publik.
Surat pengadaan dari Sekretariat Daerah tertanggal 18 September 2025 itu ditujukan kepada PT. Serasi Autoraya (TRAC). H. Jumarding mengungkapkan bahwa ia baru mengetahui rencana sewa kendaraan tersebut setelah terjadi kegaduhan di masyarakat.
Ia menegaskan, program sewa kendaraan mewah ini tidak pernah didiskusikan dan diinformasikan kepadanya, baik oleh Bupati, Bappeda, maupun instansi terkait.
“Pengadaan Sewa Kendaraan tersebut terkesan sangat ditutup-tutupi, baik itu kepada Saya sebagai Wakil Bupati maupun kepada publik,” tegas Jumarding pada Minggu (29/9/2025).
Ia menyoroti tiga kejanggalan utama: pengajuan sewa sudah diterbitkan meski APBD Perubahan masih dalam proses evaluasi, pengadaan seharusnya melalui proses ULP (Unit Layanan Pengadaan) bukan penunjukan langsung, dan praktik tersebut merupakan “bentuk nyata penyalahgunaan APBD”.
Penolakan ini semakin kuat mengingat kondisi APBD Kolaka Utara yang terus mengalami penurunan tajam. Wabup memaparkan bahwa Dana Transfer dari pusat diestimasikan turun sekitar 31,80% atau Rp 328 Miliar dari tahun anggaran 2024 ke Rancangan 2026.
Menurutnya, penggunaan Rp 1,741 Miliar untuk sewa kendaraan selama tiga bulan adalah bentuk “pemborosan uang rakyat” di tengah defisit anggaran.
“Pemenuhan kebutuhan rakyat jauh lebih penting daripada ‘gaya hidup mewah dan gengsi’ para Kepala Desa dan Pejabat Pemerintah Daerah,” ujarnya, mendesak agar APBD difokuskan untuk perbaikan fasilitas publik, kesehatan, pendidikan, dan bantuan bagi petani/nelayan.
Jumarding menutup pernyataannya dengan pesan moral yang tajam “Para kepala desa dan pejabat daerah seharusnya menjadi pelayan masyarakat, bukan sebagai pejabat yang seenaknya menghabiskan uang rakyat untuk fasilitas yang berlebihan.” Ia mengajak masyarakat untuk “Kawal Bersama Selamatkan APBD Kolaka Utara untuk Rakyat.” (red)










