Peristiwa

DPRD Sultra MEMANAS! Rapat Paripurna Amburadul, Aspirasi Rakyat Terancam Gagal Dieksekusi

354
×

DPRD Sultra MEMANAS! Rapat Paripurna Amburadul, Aspirasi Rakyat Terancam Gagal Dieksekusi

Sebarkan artikel ini
Rapat DPRD Sultra

KENDARI Ruang Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) pada Senin (27/10/2025) menjadi saksi bisu kemarahan anggota dewan.

Agenda penyampaian hasil reses masa sidang ketiga yang seharusnya menjadi momentum penyerapan aspirasi rakyat, justru berujung ricuh dan terpaksa ditunda.

Pemicunya bukan soal perdebatan program, melainkan ketidakhadiran yang dilakukan oleh tiga pilar penting penentu kebijakan, Ketua DPRD Sultra La Ode Tariala (NasDem), Sekretaris Daerah (Sekda) Sultra Asrun Lio, dan Kepala Bappeda Sultra J. Robert.

Ketiganya merupakan kunci eksekusi program karena menjabat sebagai pimpinan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD).

Ketegangan mencapai puncak ketika Wakil Ketua DPRD H. Heri Asiku dari Fraksi Golkar, harus menelan pil pahit melihat kursi pimpinan dan eksekutif yang kosong. Meskipun mengklarifikasi bahwa Ketua DPRD La Ode Tariala sedang sakit.

“Kami menghormati Sekda yang mungkin diwakili, tetapi Sekda tidak ada, Bappeda tidak ada. Rapat ini harus ditunda. Kami sarankan ditunda, kalau memang betul karena sakit kita tunggu sampai beliau sembuh, baru hadirkan Kepala Bappeda dan seterusnya,” tegas Heri Asiku.

Sindiran keras juga dilayangkan oleh Andi Muhammad Saenuddin, kolega Asiku dari Fraksi Golkar. Ia menilai rapat penyampaian hasil reses ini hanya formalitas kosong tanpa kehadiran pimpinan yang solid dan kompak.

“Kalau ingin 45 (anggota) disolid, tolong empat orang pimpinan dulu bersama. Kami meminta untuk menjadwalkan ulang!” tuntut Saenuddin, menunjukkan retaknya kekompakan di tingkat elite legislatif dan eksekutif Sultra.

Situasi semakin memanas ketika isu transparansi anggaran mencuat ke permukaan. La Poli dari Fraksi PKS melontarkan protes yang jauh lebih serius: Dana Aspirasi para anggota dewan dinilai tidak memenuhi asas keterbukaan.

Ia menuntut pimpinan dewan segera mengadakan rapat tertutup untuk membicarakan masalah ini.

“Kami butuh keterbukaan. Keterbukaan inilah yang akan membangun kebersamaan. Kita kuat karena kita bersama, kita menjadi lemah karena ada usaha merusak dan mengganggu kebersamaan kita,” kata La Poli. Ia bahkan berjanji akan memprotes isu ini di setiap rapat paripurna, termasuk saat pembahasan APBN 2026.

Anggota dewan lain, Sudarmanto Saeka (Nasdem) dan Suparjo S.Pd., M.S., turut mempertanyakan standar etika pimpinan yang absen tanpa alasan mendesak, padahal paripurna semestinya menjadi prioritas utama di atas perjalanan dinas.

Desakan anggota dewan ini mengakhiri Rapat Paripurna dalam ketidakpastian. Dengan absennya Ketua DPRD, Sekda, dan Kepala Bappeda sebagai penanggung jawab anggaran, aspirasi rakyat dari hasil reses terancam mandek dan gagal ditindaklanjuti.

Ketidakhadiran elite ini bukan hanya sekadar urusan prosedur, melainkan sinyal bahaya akan lemahnya komitmen eksekutif dan legislatif Sultra terhadap janji-janji yang mereka dengar langsung dari masyarakat. (red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

WP2Social Auto Publish Powered By : XYZScripts.com
error: Content is protected !!