BOMBANA, SULAWESI TENGGARA – Janji bendungan irigasi yang semula diharapkan menjadi penopang kehidupan petani di Desa Raurau, Kecamatan Rarowatu, Kabupaten Bombana, kini hanya menyisakan puing dan kekecewaan mendalam.
Bangunan yang menelan anggaran Rp1,3 miliar tersebut dilaporkan roboh, bahkan belum genap setahun sejak selesai dibangun.
Bendungan yang digarap oleh CV Sangai Wita ini sedianya rampung pada Desember 2024. Namun, tanda-tanda kegagalan sudah terlihat beberapa bulan kemudian.
Pada Maret 2025, warga melaporkan adanya keretakan pada struktur bangunan. Puncaknya, pada awal Agustus, bendungan itu roboh total, meninggalkan pertanyaan besar terkait kualitas pengerjaan dan pengawasan.
“Awal bulan delapan ini dia roboh. Kita juga kurang tahu apa sebabnya. Hanya memang itu hari sudah retak waktu belum lama selesai dikerjakan,” ujar seorang warga setempat dengan nada kecewa.
Bendungan ini seharusnya mengairi sawah-sawah di sekitarnya, menjanjikan peningkatan produksi pertanian dan kesejahteraan. Namun, apa yang terjadi justru sebaliknya.
Para petani kini harus berhadapan dengan kenyataan pahit bahwa sumber air yang dijanjikan pemerintah kini hanya berupa tumpukan beton dan besi yang hancur.
Proyek pembangunan irigasi dan bendungan memiliki aturan ketat yang harus dipatuhi, terutama terkait standar teknis dan kualitas bahan.
Peraturan Menteri PUPR Nomor 27 Tahun 2021 tentang Pembangunan Jaringan Irigasi menyebutkan, setiap konstruksi harus melewati tahap perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan yang berlapis untuk memastikan kekuatan struktur dan ketahanan terhadap faktor alam.
Kegagalan yang terjadi di Bombana ini mengindikasikan adanya dugaan pelanggaran terhadap aturan-aturan tersebut, baik dari sisi kualitas bahan, desain yang tidak tepat, atau kelalaian dalam pengawasan.
Hal ini seharusnya tidak terjadi jika semua prosedur proyek dijalankan sesuai dengan standar.
Robohnya bendungan ini tidak hanya merugikan secara material, tetapi juga mengikis kepercayaan masyarakat terhadap kinerja pemerintah dan pihak terkait.
Warga mendesak agar penyelidikan mendalam dilakukan untuk mencari tahu penyebab pasti kegagalan proyek ini, apakah karena kesalahan desain, pengerjaan, atau pengawasan yang tidak profesional.
Pihak terkait, termasuk Dinas PUPR Bombana dan kontraktor pelaksana, belum memberikan pernyataan resmi mengenai insiden ini.
Sampai saat ini, upaya konfirmasi dari awak media masih dilakukan untuk mendapatkan penjelasan lebih lanjut.
Warga berharap, ada tindakan transparan dan akuntabel agar kejadian serupa tidak terulang di masa mendatang, serta agar pihak yang bertanggung jawab dapat dimintai pertanggungjawaban. (Ref)