ASR Gubernurku

Gubernur Andi Sumangerukka Bentuk Tim, Guna Mengusut Tuntas Penyusutan Aset Nanga-Nanga

211
×

Gubernur Andi Sumangerukka Bentuk Tim, Guna Mengusut Tuntas Penyusutan Aset Nanga-Nanga

Sebarkan artikel ini
Penyusutan Lahan Nanga-Nanga Diusut Tuntas: Kolaborasi Pemprov dan Instansi Terkait

Kendari,  – Aset lahan milik Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara di kawasan Nanga-Nanga, Kota Kendari, kini menjadi sorotan tajam setelah terungkapnya dugaan penyusutan luasan yang signifikan.

Gubernur Andi Sumangerukka menemukan, lahan yang secara legal tercatat 1.000 hektare, kini hanya tersisa 793 hektare. Angka 793 hektare ini sendiri punya jejak sejarah yang tak kalah rumit, pernah disebut sebagai total luasan lahan Pemprov di era Gubernur Nur Alam pada 2013.

Penemuan ini mendorong Pemerintah Provinsi mengambil langkah cepat. Sebuah tim gabungan akan segera diterjunkan untuk mengusut tuntas fenomena ini.

Tim kolaborasi lintas instansi ini akan melibatkan unsur Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara, Korem 143/Halu Oleo, dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Kendari.

Mereka akan bekerja simultan, memeriksa kondisi lahan di lapangan dan menelusuri aspek administrasi kepemilikan.

“Pertanyaannya, kenapa terjadi penyusutan? Ini akan kami telusuri lebih lanjut,” kata Gubernur Andi Sumangerukka saat meninjau lokasi pada Selasa, 24 Juni 2025. Ia didampingi Ketua DPRD Sultra, BPN Kota Kendari, serta Danrem Korem 143/Halu Oleo.

Misteri luasan lahan Nanga-Nanga memang tak sederhana.

Data awal mencatat 1.000 hektare, namun peninjauan terakhir menunjukkan angka 793 hektare.

Ironisnya, angka 793 hektare ini pernah disebut oleh Gubernur Nur Alam pada 29 Oktober 2013.

Kala itu, dalam laporan Antara Sultra berjudul “Pemprov Sultra Bentuk Tim Pembebasan Lahan Nanga-Nanga”, Nur Alam menyatakan bahwa 793 hektare adalah total luasan lahan Pemprov di Nanga-Nanga.

Lahan itu disebut-sebut bekas lokasi tahanan politik dan akan dijadikan kawasan perumahan PNS, Griya Bahteramas.

Nur Alam sendiri pada masanya mengakui adanya penyerobotan. “Banyak pihak lain yang menyerobot kawasan itu dan mengaku sebagai pemilik sah lahan itu dengan berusaha menyertifikatkan sebagian lahan tersebut,” ujar Nur Alam di tahun 2013. Saat itu, dari 793 hektare, 17 hektare sudah berhasil disertifikatkan.

Lagi Viral, Baca Juga  1.500 Simpatisan Hadiri Kampanye ASR-Hugua di Baadia, Baubau

Kini, dengan angka 793 hektare yang kembali muncul sebagai sisa luasan, tim gabungan dihadapkan pada tugas berat.

Mereka harus mengurai benang kusut: apakah 1.000 hektare adalah data awal yang utuh sebelum penyerobotan masif terjadi, dan 793 hektare adalah sisanya? Atau apakah 793 hektare yang disebut Nur Alam adalah angka yang sudah terkoreksi dari luasan awal, dan kini pun masih rentan penyusutan?

Pemerintah Provinsi berharap pendekatan kolaboratif ini menjadi langkah strategis untuk mencegah sengketa lahan di kemudian hari.

Pasalnya, aset daerah kerap menjadi objek perebutan dan klaim sepihak. Dengan melibatkan berbagai pihak terkait, termasuk aparat keamanan dan lembaga pertanahan, upaya penertiban dan pemanfaatan aset dapat dilakukan secara optimal dan legal.

“Setelah semuanya jelas, baru akan ada kesepakatan bersama terkait pemanfaatan lahan ini,” tegas Andi Sumangerukka. (red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

WP2Social Auto Publish Powered By : XYZScripts.com
error: Content is protected !!