Peristiwa

Rakyat Lawan Raksasa Tambang, Desak Prabowo Revisi Kontrak Karya PT Vale di Blok Tanamalia

329
×

Rakyat Lawan Raksasa Tambang, Desak Prabowo Revisi Kontrak Karya PT Vale di Blok Tanamalia

Sebarkan artikel ini
Dampak Lima Dekade Vale: Walhi Ungkap Deforestasi, Pencemaran Air, hingga Marginalisasi Masyarakat Adat

MAKASSAR, – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sulawesi Selatan tak tinggal diam. Lembaga advokasi lingkungan ini kian gencar menyoroti sepak terjang PT Vale Indonesia, raksasa tambang nikel yang sudah setengah abad lebih mengeruk kekayaan bumi Sulawesi Selatan.

Dampaknya? Bukan hanya soal lingkungan, tapi juga nasib petani, masyarakat adat, hingga pekerja.

Kepala Departemen Eksternal Walhi Sulsel, Rahmat Kottir, tanpa tedeng aling-aling menyebut PT Vale sebagai perusahaan tambang nikel tertua di Indonesia yang sudah menguasai lahan super luas.

“Sudah hampir 55 tahun beroperasi di sana. Di Sulawesi Selatan sendiri kalau tidak salah 70 ribu sekian hektare yang dikuasai oleh PT Vale,” tegas Rahmat dalam konferensi pers daring, Senin (16/6) kemarin.

Rahmat membeberkan, beberapa tahun lalu, ulah PT Vale sempat memicu gejolak. Tanpa basa-basi, perusahaan ini disebut menerobos perkebunan merica warga dan main ambil sampel. Sebuah tindakan yang jelas-jelas mengabaikan hak masyarakat setempat.

“Nah, apa yang terjadi? Masyarakat kemudian melakukan protes dengan situasi itu bahwa apa yang dilakukan oleh PT Vale itu mengancam eksistensi kehidupan mereka,” tuturnya.

Fakta miris lainnya, lahan warga hanya sekitar 4 ribu hektare, sementara PT Vale merajai sekitar 17 ribu hektare. Parahnya, sosialisasi dari perusahaan kepada masyarakat sebelum aktivitas pertambangan berlangsung nyaris nol besar.

Walhi menilai, kehadiran industri nikel PT Vale ibarat bom waktu yang terus meledak, menghantam lingkungan dan masyarakat. Dari sisi ekologis, pembukaan lahan tambang adalah biang kerok deforestasi besar-besaran, memicu tanah longsor.

Tak hanya itu, eksploitasi tambang juga mencemari sungai, sumber air, dan danau, bahkan menyebabkan sedimentasi parah yang mengganggu kehidupan biota air.

Bagi masyarakat adat, industri nikel ini adalah malapetaka. Hak dan peran mereka dalam pengelolaan wilayah adat terpinggirkan. Akses air bersih lenyap, hutan dibatasi, dan pekerjaan kian sulit didapat.

Lagi Viral, Baca Juga  BREAKING NEWS: Rivan A. Purwantono Ditunjuk Jadi Direktur Utama Jasa Marga!

Tak ketinggalan komunitas lokal, terutama petani dan perempuan. Mereka terjebak dalam konflik lahan akibat tumpang tindih klaim.

Upaya pemulihan lingkungan? Dinilai Walhi tak pernah tepat sasaran dan tak menjawab kebutuhan warga. Mirisnya lagi, konsultasi yang berarti dan transparansi dari perusahaan adalah barang langka.

Para pekerja pun tak luput dari dampak negatif. Upah rendah, risiko kesehatan akibat paparan lingkungan kerja, serta potensi kecelakaan kerja yang tinggi adalah bayang-bayang yang terus menghantui.

Masyarakat Loeha Raya, yang merasakan langsung getah pahitnya, kini bersatu. Mereka mendesak para pemegang saham PT Vale Indonesia—Vale Canada Limited, Sumitomo Metal Mining Co., Ltd, dan PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero)—untuk menghormati penolakan petani dan perempuan atas perluasan tambang nikel di Blok Tanamalia.

Tuntutannya jelas: setop perluasan dan eksplorasi tambang, libatkan TNI/Polri, serta revisi dan hapus konsesi tambang.

Tak hanya itu, Presiden Prabowo Subianto juga jadi sasaran desakan. Mereka meminta revisi kontrak karya dan pencabutan izin usaha pertambangan PT Vale di Blok Tanamalia.

Perlindungan kebun merica, ekosistem Danau Towuti, dan hutan Pegunungan Lumereo-Lengkona adalah harga mati yang harus ditegakkan. Akankah suara rakyat ini didengar? Kita tunggu saja.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

WP2Social Auto Publish Powered By : XYZScripts.com
error: Content is protected !!