Ekobis

Smelter Jerit Harga HPM Terlalu Tinggi, Penyerapan Produk Tambang Mandek

153
×

Smelter Jerit Harga HPM Terlalu Tinggi, Penyerapan Produk Tambang Mandek

Sebarkan artikel ini
Smelter nikel PT Gunbuster Nickel Industry (GNI) di Morowali Utara,

JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengakui adanya kendala dalam penyerapan produk hilirisasi nikel dan bauksit oleh sejumlah perusahaan smelter. Persoalan ini diduga kuat dipicu oleh ketentuan Harga Patokan Mineral (HPM) yang dinilai tidak ekonomis bagi pihak pembeli.

Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Dirjen Minerba) Kementerian ESDM, Tri Winarno, mengungkapkan bahwa akar permasalahan terletak pada belum adanya kesepakatan harga jual-beli antara penambang sebagai penjual dan perusahaan smelter sebagai pembeli.

“Ada yang bilang (gara-gara HPM), saya masih bingung. Asosiasi tadi kan setuju dengan HPM. Penambang setuju dengan HPM. Smelter nggak setuju,” ujar Tri dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VII DPR RI, Jumat (2/5/2025).

Menyikapi kondisi tersebut, pemerintah saat ini tengah melakukan evaluasi mendalam, terutama terkait dengan Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM Nomor 72 Tahun 2025 tentang Pedoman Penetapan Harga Patokan untuk Penjualan Komoditas Mineral Logam dan Batu Bara. Tri menegaskan bahwa pihaknya akan menampung seluruh masukan dari para pelaku usaha untuk menemukan solusi terbaik.

“Revisi itu kan tergantung, nanti evaluasi dulu dong. Evaluasi menyeluruh, baru apa yang tindakannya setelah evaluasi itu,” jelasnya.

Sebelumnya, PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) telah menyampaikan berbagai dampak yang dirasakan perusahaan akibat perubahan aturan HPM, terutama yang berkaitan dengan penetapan royalti di dalam negeri. Direktur Utama Antam, Nico Kanter, menyayangkan bahwa saat ini pihaknya belum dapat menjual bauksit tercuci lantaran para calon pembeli enggan bertransaksi dengan patokan HPM yang berlaku.

“Jadi kita harus coba dari sejak tanggal 1 April (2025) kita sudah memberhentikan penjualan karena kita coba kepada buyer, tidak ada buyer. Smelter-smelter yang ada tidak ada yang mau membeli dengan harga HPM,” keluhnya.

Lagi Viral, Baca Juga  Pertamina Resmikan Fasilitas Jetty Kapal Industri di Kendari, Dukung Distribusi BBM Biosolar B35

Lebih lanjut, Nico menjelaskan bahwa dari sisi perusahaan smelter yang akan mengolah bauksit, HPM saat ini dinilai terlalu tinggi akibat adanya faktor koreksi dalam perhitungannya. “Sehingga smelter-smelter yang ada mereka melihat bahwa HPM ini terlalu tinggi harganya. Jadi oleh karena itu kita stop, tidak ada pembelian dan tidak ada pembayaran royalti apa-apa kepada negara.”

Dampak HPM ini, lanjut Nico, tidak hanya dirasakan pada komoditas bauksit, tetapi juga pada bisnis smelter nikel Antam.

Perusahaan saat ini juga mengalami kesulitan dalam menjual nikel jenis feronikel (FeNi) karena tidak adanya pembeli yang bersedia mengakuisisi dengan skema HPM yang baru. Kondisi ini tentu menjadi perhatian serius bagi keberlangsungan industri pertambangan dan hilirisasi di Indonesia. (red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

WP2Social Auto Publish Powered By : XYZScripts.com
error: Content is protected !!