KONAWE SELATAN,  – Sulawesi Tenggara (Sultra) mulai memacu agenda intensifikasi pertanian guna merealisasikan target ambisius produksi padi tahunan sebesar 1 juta ton.
Momentum ini dipicu oleh keberhasilan Gapoktan Mepokoaso di Desa Lebo Jaya, Konawe Selatan (Konsel), yang berhasil mencatatkan produktivitas gabah signifikan dalam panen raya kedua mereka, Minggu 26 Oktober 2025.
Dalam panen yang melibatkan tujuh kelompok tani di lahan seluas 153 hektare tersebut, Gapoktan Mepokoaso berhasil memproduksi 642,6 ton gabah, dengan rata-rata produktivitas mencapai 4,2 ton per hektare.
Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Peternakan Provinsi Sultra Prof. Dr. Ir. Muhammad Taufik, M.Si., yang hadir di lokasi panen, menegaskan bahwa pencapaian ini menjadi kunci pendorong kebijakan pangan di tingkat provinsi.
“Produktivitas di titik tertentu di sini sudah mencapai 4,6 ton per hektare. Ini peningkatan luar biasa dari angka 2 koma ton/ha di masa lalu. Keberhasilan Gapoktan Mepokoaso menjadi bukti bahwa target 1 juta ton sangat realistis,” ujar Prof. Taufik.
Prof. Taufik secara terbuka membandingkan posisi Sultra saat ini yang hanya memproduksi 540.000 ton padi per tahun. Angka ini jauh di bawah potensi maksimal, bahkan tertinggal dari Kabupaten Bone di Sulawesi Selatan yang mampu memproduksi 750.000 ton padi dari satu kabupaten.
“Bone menjadi tolok ukur kita. Sultra harus berupaya kolektif, memanfaatkan momentum peningkatan hasil di Lebo Jaya, untuk mencapai target 1 juta ton,” tegasnya.
Untuk mencapai target strategis 1 juta ton, Distan Sultra akan fokus pada pendekatan intensifikasi. Prof. Taufik memaparkan dua program prioritas:
- Program Benih Mandiri: Program ini menjamin petani mendapatkan pasokan benih unggul dan bersertifikat, karena menurutnya, mustahil meningkatkan produksi jika kualitas benih masih seadanya.
- Penanganan Tanah Asam dengan Dolomit: Ia menyoroti kondisi mayoritas tanah Sultra yang memiliki pH rendah. “Dolomit menjadi faktor kunci. Kami telah mengusulkan kepada Dewan dan Direktur Pupuk agar alokasi subsidi diperluas mencakup Dolomit, bukan hanya pupuk saja,” jelasnya.
Meskipun produktivitas meningkat, Gapoktan Mepokoaso masih menghadapi kendala utama: keterbatasan air. Lahan 153 hektare tersebut masih bersifat tadah hujan, membatasi petani hanya bisa tanam maksimal dua kali setahun.
Kepala Desa Lebo Jaya, Syarifuddin, mendesak intervensi pemerintah untuk menuntaskan masalah irigasi permanen. Ia berharap pemerintah daerah dapat mengusulkan kepada Balai Sungai untuk membangun bendungan lokal.
“Kami mengusulkan bendungan lokal mencontoh Bendungan Ladongi. Dengan potensi Sungai Wanggu dan Sungai Lamomea, irigasi stabil akan memungkinkan kami mencapai IP 300, yang otomatis berkontribusi besar pada stok beras daerah dan target 1 juta ton Sultra,” tutup Syarifuddin. (Red)










