Daerah

Skandal Azimut, Dua Tersangka Dibidik, Tapi Kerugian Negara Masih Hitam di Atas Putih BPKP

1649
×

Skandal Azimut, Dua Tersangka Dibidik, Tapi Kerugian Negara Masih Hitam di Atas Putih BPKP

Sebarkan artikel ini
Irjen Pol Didik Agung Widjanarko

KENDARI – Aroma korupsi pengadaan kapal pesiar mewah Azimut 43 Atlantis senilai Rp9,8 miliar di Sulawesi Tenggara tak kunjung sirna, bahkan setelah tiga tahun penyelidikan.

Misteri siapa di balik kerugian negara ini kini tersandung pada satu titik: hasil audit perhitungan kerugian negara (PKN) dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Sultra yang tak kunjung terbit. Penyidik Polda Sultra terang-terangan menunjuk BPKP sebagai biang keladi lambatnya proses hukum.

Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirkrimsus) Polda Sultra, Kombes Pol Bambang Wijanarko, tak berbasa-basi. “Kendalanya adalah BPKP Provinsi Sultra belum menyelesaikan perhitungan kerugian negara secara resmi. Kami sudah mendesak BPKP untuk segera menuntaskan,” ungkap Bambang di Kendari, Senin (2/6/2025).

Bambang bahkan mempersilakan awak media untuk turut serta menanyakan hal ini ke BPKP.

“Coba rekan-rekan media tanyakan ke BPKP. Kami sudah menyerahkan semua dokumen, dan sudah ekspos bersama BPKP, tinggal mereka saja segera menyelesaikan tugasnya melaksanakan audit perhitungan kerugian negara,” tegasnya, nada putus asa terselip dalam kalimatnya.

Penyidik, kata Bambang, memastikan tidak ada tekanan atau intervensi dari pihak mana pun.

“Saya tegaskan dari kami penyidik sama sekali tidak ada tekanan atau intervensi dari pihak mana pun, semangat kami tetap sama yaitu segera menuntaskan penyidikan perkara ini,” ujarnya, berusaha menepis keraguan publik.

Setelah PKN terbit, pihaknya akan segera melakukan gelar perkara penetapan tersangka dan mempercepat pengiriman berkas perkara tahap 1 ke Kejaksaan Tinggi.

Kapolda Sultra, Irjen Pol Didik Widjanarko, yang baru resmi menjabat 27 Mei 2025, tak tinggal diam. Mantan Deputi Bidang Koordinasi dan Supervisi KPK sejak 2022 ini berencana langsung menyambangi kantor BPKP.

“Saya ingin tahu seperti apa hambatannya, bagaimana bisa tertunda,” ujar Didik. Pengalaman Didik di lembaga antirasuah itu menjadi kartu truf. Ia membuka opsi paling ekstrem: melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“Bila memang dipandang perlu maka Kapolda akan berkoordinasi dengan KPK untuk melakukan audit PKN, demi mempercepat penuntasan kasus ini,” kata Bambang, mengisyaratkan Polda siap mencari bantuan eksternal jika birokrasi lokal terus menghambat.

Kapolda Sultra juga mengatakan bakal menindaklanjuti secara internal agar kasus yang sudah berjalan 3 tahun penyelidikan dan penyidikan bisa dituntaskan.

Dua Nama Dibidik, Jejak “Pebisnis Besar” Terseret

Meski audit PKN belum tuntas, penyelidikan kasus korupsi kapal pesiar Azimuth Atlantis di Polda Sultra, yang sudah dilakukan sejak awal 2023, ternyata sudah mengarah pada identifikasi dua orang tersangka. Dilansir dariLiputan6 menyebutkan keduanya adalah pihak kontraktor pemenang lelang, PT Wahana, dan salah seorang mantan pejabat di Pemprov Sulawesi Tenggara.

Penyidik telah memeriksa sekitar belasan saksi. Di antaranya, biro umum Pemprov Sulawesi Tenggara, PPTK dan PPK proyek, direktur perusahaan pemenang lelang PT Wahana, serta pemilik kapal.

Kapal jenis yacht berukuran kecil ini, yang dibeli melalui proses lelang, disinyalir oleh kontraktor pemenang, PT Wahana, dalam kondisi bekas dari salah seorang pengusaha di Pantai Indah Kapuk (PIK) Jakarta.

Namun, yang paling mengejutkan, dari administrasi dan surat kepemilikan, kapal Azimuth Atlantis diduga merupakan milik salah seorang adik kandung pebisnis besar di Indonesia. Terkait nama ini, penyidik Tipidkor Polda Sulawesi Tenggara memilih bungkam.

Humas Bea Cukai Kendari, Arfan Maksun, memaparkan, awalnya kapal ini masuk ke Indonesia sebagai barang impor sementara pada 2019. Pengurusan izin administrasinya dilakukan di Bea Cukai Marunda, Jakarta Utara.

“Izin kapal saat masuk Indonesia pada 2019 lalu, menggunakan vessel declaration (VD), umumnya izin ini hanya digunakan untuk tujuan wisata atau ikut event-event di wilayah Indonesia,” ujar Arfan Maksun. VD sendiri adalah administrasi pabean untuk impor sementara dan ekspor kembali kapal wisata asing atau suku cadang.

“Kapal ini statusnya impor sementara, berarti kapal tidak untuk diperjualbelikan. Berbeda dengan impor pakai,” papar Arfan.

Ketika masa izinnya selesai (kedaluwarsa), seharusnya kapal keluar dulu dari wilayah Indonesia. Namun, bukannya kembali ke luar negeri, kapal tersebut justru terpantau berada di Kendari.

Arfan mengungkapkan, pemilik kapal mengurus izin masuk impor sementara pada 2019 di Bea Cukai Marunda, dan izinnya sudah habis masa berlakunya pada 2020.

Alasan Bea Cukai menahan kapal ini karena izin kapal sudah selesai masa berlakunya, namun kapal masih berada di Indonesia dan sudah dua tahun lebih lamanya sejak 2020.

Sikap Kapolda Didik yang agresif ini memicu spekulasi. Apakah pengalaman dan jaringannya di KPK akan menjadi kunci untuk memecah kebuntuan audit BPKP, ataukah kasus Azimut akan terus menjadi monumen bagi lambatnya penegakan hukum di Bumi Anoa?. **

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

WP2Social Auto Publish Powered By : XYZScripts.com
error: Content is protected !!