DaerahPeristiwa

Pemberdayaan Gagal, Bencana Terkuak, Warga Lokal Tagih Ilmu Lingkungan PT Vale Indonesia IGP Pomalaa

437
×

Pemberdayaan Gagal, Bencana Terkuak, Warga Lokal Tagih Ilmu Lingkungan PT Vale Indonesia IGP Pomalaa

Sebarkan artikel ini

Kolaka, Sulawesi Tenggara – Penelusuran mandiri yang dilakukan oleh warga Desa Huko-Huko, Kolaka, berhasil menguak titik pasti limpasan lumpur merah yang mencemari Sungai Huko-Huko. Lumpur tersebut dipastikan berasal dari anak sungai Aemea, dengan hulu yang berada di kawasan proyek PT. Vale Indonesia IGP Pomalaa, khususnya area dekat Leighton, GT, dan sekitaran Dormi.

Temuan ini secara telak menampar komitmen Good Mining Practice perusahaan dan mempertanyakan efektivitas tim lingkungan mereka.

Haslim, warga Huko-Huko yang melakukan penelusuran pada Jumat (31/10) sore, menegaskan bahwa keruhnya Sungai Aemea berasal dari aktivitas yang sangat spesifik di hulu.

“Warna [merah] tersebut berasal dari sungai tersebut. Proses keruhnya juga berasal dari atas area, dekat Project Leighton, GT, dan sekitaran area Dormi. Lumpur warna merah itu berasal dari situ,” tegas Haslim.

Fakta ini memperjelas bahwa pencemaran sedimen masif bukan hanya sekadar “musibah alam” saat hujan, melainkan dampak langsung yang tidak terhindarkan dari pembukaan lahan dan pembangunan infrastruktur oleh kontraktor yang bekerja untuk PT Vale.

Haslim melontarkan kritik keras terhadap manajemen krisis dan strategi pemberdayaan PT Vale. Ia menilai, perusahaan bersikap reaktif, padahal bencana lingkungan ini seharusnya sudah diantisipasi jauh-jauh hari.

“Harusnya jauh-jauh hari dilakukan antisipasi, bukan setelah ada kejadian baru mau action,” ujarnya.

Poin paling menusuk dari kritik Haslim adalah bahwa masyarakat lokal, yang merasa terpinggirkan dari proyek tersebut, justru menjadi yang pertama menemukan sumber musibah.

“Mungkin Bapak-bapak di Vale perlu belajar ke orang-orang tua kami di Huko-Huko. Mereka masih mencari tapi kami sudah duluan dapatkan sumber musibah-nya. Itulah kalau mereka tidak memberdayakan masyarakat lokal bekerja di Vale. Masyarakat lokal duluan dapat titik masalah tersebut.”

Kritik ini menyiratkan adanya keretakan parah dalam hubungan perusahaan dan komunitas Ring 1, di mana pengetahuan lokal diabaikan, namun di saat krisis, pengetahuan lokal terbukti lebih unggul dalam menemukan solusi.

Haslim juga menolak solusi jangka pendek yang mungkin ditawarkan, seperti pengerukan sungai yang tercemar. Menurutnya, solusi yang harus ditekankan adalah pencegahan di hulu:

“Penanganannya bukan sungainya dikeruk, tapi bagaimana air Sungai Huko-Huko tidak tercemar dari limbah hasil aktivitas PT Vale,” tegasnya, menuntut perubahan fundamental dalam pengelolaan limpasan sedimen di area proyek.

Saat ini, karena kondisi air yang sangat keruh oleh lumpur merah, suplai air bersih ke rumah-rumah warga sudah dihentikan (ditutup) oleh pihak Water Plant PT Antam Tbk. Selain krisis air bersih, limpasan lumpur juga mengancam sawah warga dan operasional Feni Plant Antam yang juga menggunakan air Sungai Huko-Huko.

Terkait temuan pencemaran ini, awak media telah mencoba melakukan konfirmasi kepada manajemen PT Vale Indonesia Tbk. Namun, pihak perusahaan hanya memberikan tanggapan singkat yang menunda informasi resmi.

Pihak manajemen PT Vale mengatakan: “Mas, nanti akan kita kasih holding statement-nya.”

Warga kini mendesak Bupati Kolaka untuk segera menindak dan memberikan teguran keras kepada PT Vale Indonesia Tbk. Masyarakat Huko-Huko menagih janji keberlanjutan dan menuntut jaminan bahwa aktivitas tambang, yang terbukti merusak sumber air, tidak menimbulkan kerugian kesehatan, material, dan lingkungan bagi mereka. (red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

WP2Social Auto Publish Powered By : XYZScripts.com
error: Content is protected !!