Makassar,– Dalam rangka memperingati Hari Anti Korupsi 2025, sebuah literatur hukum penting berjudul “Konferensi Pers Untuk Tipikor, Perlukah?” resmi diluncurkan pada 9 Desember 2025 di Makassar. Buku ini diharapkan dapat memberikan kontribusi signifikan terhadap supremasi hukum dan upaya perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia, khususnya dalam penanganan kasus Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Rudy, penulis dan praktisi hukum, menyajikan buku ini sebagai kajian mendalam mengenai dilema etika dan hukum di balik praktik penampilan tersangka korupsi di depan publik.
Konferensi pers merupakan alat komunikasi yang penting untuk menyampaikan informasi kepada publik dan mengendalikan narasi. Namun, dalam konteks kasus Tipikor, tindakan menampilkan tersangka secara terbuka harus mempertimbangkan empat pilar utama: Hak Asasi Manusia, keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan hukum.
Buku ini secara khusus menyoroti risiko pelanggaran terhadap asas praduga tak bersalah (presumption of innocence)—sebuah prinsip hukum dan hak asasi yang dijamin oleh KUHAP dan instrumen internasional. Prinsip ini menyatakan bahwa setiap orang dianggap tidak bersalah sampai dibuktikan sebaliknya melalui putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Untuk menjamin perlindungan hukum terhadap tersangka Tipikor dalam konferensi pers, penulis mengusulkan dua jenis upaya perlindungan:
-
Perlindungan Preventif: Dilakukan dengan membatasi pemaparan publik terhadap tersangka, mengatur akses media secara proporsional, memberikan edukasi kepada masyarakat, menyusun Pedoman/SOP konferensi pers, membatasi penggunaan istilah yang menghakimi, dan melakukan pelatihan etika bagi pejabat.
-
Perlindungan Represif: Penegak hukum didorong untuk senantiasa memeriksa dugaan pelanggaran prosedur dan etika dalam konferensi pers, serta memastikan perlindungan hak-hak tersangka selama proses hukum berjalan.
Signifikansi buku ini tercermin dari banyaknya apresiasi dan kata pengantar yang diberikan oleh para pakar hukum dan praktisi terkemuka:
-
Katarina Endang Sarwestri (Staf Ahli Jaksa Agung Bidang Pertimbangan dan Pengembangan Hukum).
-
Dr. H. Darmono (Plt. Jaksa Agung RI 2010).
-
Dr. Heffinur (Komisioner Komisi Kejaksaan RI 2024-2028).
-
Dr. Muhammad Yusuf (Mantan Kepala PPATK 2011-2016).
-
Prof. Dr. La Ode Masihu Kamaluddin (Rektor Universitas Insan Cita Indonesia).
-
Dr. Ninik Rahayu (Ketua Dewan Pers 2022-2025).
Melalui buku ini, Rudy berharap hukum acara pidana yang baru di masa depan memiliki pengaturan yang lebih jelas dan tegas mengenai hak-hak tersangka, khususnya terkait asas praduga tak bersalah dan perlindungan dari stigmatisasi publik. Harapannya adalah pembatasan ketat terhadap eksposur tersangka di depan publik, serta penekanan pada prinsip keadilan dan kesetaraan dalam proses hukum.
“Penyempurnaan kaidah hukum di Indonesia senantiasa terbuka… mengingat adanya dinamika situasi, kebijakan, dan peraturan yang terus berkembang,” tutup Rudy, berharap karyanya dapat bermanfaat dalam pengembangan literasi hukum nasional. (red)










