KENDARI, – Pernyataan tegas disampaikan oleh Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra), Mayjen TNI (Purn) Andi Sumangerukka.
Di tengah geliat Proyek Strategis Nasional (PSN) yang masif di wilayahnya, ia wanti-wanti agar pembangunan tak sampai mengorbankan hak-hak dasar masyarakat lokal. Peringatan ini disampaikannya langsung di hadapan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, dalam Rapat Koordinasi (Rakor) di Kendari, Rabu (28/5/2025).
Sultra memang tengah menjadi magnet investasi. Belasan PSN, didominasi proyek perluasan industri dan pabrik smelter nikel, kini berpacu mendukung hilirisasi dan transisi energi.
Namun, di balik janji-janji kemajuan, Andi Sumangerukka melihat adanya ancaman nyata bagi masyarakat. Ia menyoroti tajam konflik agraria dan ketimpangan kepemilikan tanah yang semakin marak.
“Permasalahan ini didominasi oleh konflik antara korporasi dan masyarakat,” ujar ASR.
Ia menyebut, di Kabupaten Kolaka dan Bombana, konsesi tambang yang diberikan kepada perusahaan seringkali berujung pada klaim atas tanah-tanah yang telah digarap warga secara turun temurun.
Kondisi ini diperparah dengan keberadaan mafia tanah, lemahnya penegakan batas, dan minimnya koordinasi antarlembaga, yang pada akhirnya melemahkan kepastian hukum bagi masyarakat.
Oleh karena itu, Gubernur Sultra menekankan pentingnya penataan ruang yang mengintegrasikan kepentingan industri pertambangan dengan keberlanjutan lingkungan hidup, namun dengan syarat mutlak: harus berpihak pada kepentingan masyarakat lokal.
“Masyarakat harus mendapatkan ruang untuk hidup, bekerja, dan berkembang,” tegasnya.
Ia mewanti-wanti agar ruang publik, lahan pertanian, dan kawasan permukiman tidak tergerus oleh industri yang tidak direncanakan dengan baik.
Pesan ini bukan sekadar retorika, melainkan cerminan dari desakan agar pembangunan tidak hanya berorientasi pada keuntungan ekonomi, tetapi juga keadilan sosial dan keberlanjutan lingkungan bagi masyarakat Sultra. (red)