KENDARI, — Pemerintah Pusat melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengalokasikan puluhan kuota pendidikan dokter spesialis bagi Sulawesi Tenggara (Sultra) sebagai langkah agresif mengatasi krisis Sumber Daya Manusia (SDM) kesehatan.
Merespons peluang ini, Gubernur Sultra Mayjen TNI (Purn) Andi Sumangerukka menegaskan komitmennya untuk memprioritaskan putra daerah melalui dukungan beasiswa guna menjamin retensi tenaga medis jangka panjang.
Langkah ini mencuat dalam kunjungan kerja spesifik Komisi IX DPR RI di Kendari. Dalam rapat tersebut, Komisi IX menyoroti kekurangan dokter dan dokter spesialis di Sultra yang berdampak pada masih adanya 2,92 persen Puskesmas tanpa dokter.
Gubernur Andi Sumangerukka menyatakan bahwa pembangunan SDM merupakan prioritas utama, terutama setelah Pemprov Sultra berhasil mengaktifkan kembali Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Oputa Yi Koku sebagai rumah sakit rujukan regional.
“Pemprov Sultra berkomitmen pada perlindungan tenaga kerja dan peningkatan kualitas SDM. Untuk mengatasi kekurangan dokter spesialis, kami telah mengalokasikan anggaran beasiswa dan program pelatihan bagi tenaga medis,” ujar Gubernur Andi di hadapan tim Komisi IX.
Upaya pusat dalam memeratakan tenaga kesehatan disampaikan oleh Direktur Perencanaan Sumber Daya Manusia Kesehatan Kemenkes RI, Laode Musafin, Ia membenarkan bahwa Sultra menjadi salah satu fokus utama.
Kemenkes telah merancang perencanaan kebutuhan SDM kesehatan hingga 2032 dan membuka Program Pendidikan Dokter Spesialis (Hospital-Based) yang ditujukan khusus untuk wilayah timur.
Secara spesifik, Kemenkes telah mengalokasikan kuota untuk sejumlah spesialis kunci di Sultra, termasuk:
| Jenis Spesialis | Alokasi (Kabupaten/Provinsi) | Tujuan Pelayanan |
| Jantung | 12 kabupaten | Layanan Kanker, Jantung, Stroke, Uronefrologi (KJS) |
| Ortopedi | 11 kabupaten | Kualitas Pelayanan RS Regional |
| Neurolog | 10 kabupaten | Layanan Stroke |
| Mata | 5 kabupaten | Pelayanan Kesehatan Dasar |
| Onkologi | 1 Provinsi | Layanan Kanker |
| Spesialis Anak | 2 kabupaten | Kesehatan Ibu dan Anak (KISA) |
Laode Musafin menekankan pentingnya retensi, agar spesialis tidak bersifat temporer dan cepat “balik kampung.”
“Yang kita inginkan ini spesialisnya adalah putra daerah, supaya retensinya itu tinggi, dia enggak ke mana-mana. Kalau melalui mekanisme penugasan khusus, itu sifatnya temporer, hanya satu tahun. Program beasiswa yang sudah dijalankan Pak Gubernur adalah langkah yang on track untuk jangka panjang,” jelas Laode Musafin.
Gubernur Andi Sumangerukka diminta memanfaatkan kuota tersebut secara maksimal, terutama dengan mendorong dokter-dokter muda putra daerah untuk mendaftar. Kemenkes memperingatkan, jika kesempatan ini tidak diisi, jatah kuota tersebut dapat dialihkan ke daerah lain yang bersedia menempatkan lulusannya di Sultra.
Selain itu, Laode Musafin juga menyoroti kendala administrasi di Pemda. Formasi CPNS untuk dokter spesialis didanai oleh Pemerintah Pusat, namun beberapa pemerintah daerah enggan mengajukan formasi karena khawatir melampaui batas belanja pegawai.
“Saya katakan, CPNS itu pakai uangnya pemerintah pusat, bukan pemerintah daerah, kecuali P3K. Tahun depan akan dibuka, saya harapkan semua kebutuhan tadi diusulkan oleh semua kabupaten/kota,” tegas Laode Musafin, mendesak agar Pemda di Sultra mengajukan kebutuhan formasi tahun depan.
Komisi IX DPR RI berharap sinergi antara program beasiswa daerah dan kuota besar dari Kemenkes ini dapat segera menghilangkan angka Puskesmas tanpa dokter dan memastikan ketersediaan layanan kesehatan yang memadai bagi masyarakat Sultra. (red)










