ASR Gubernurku

Jejak Nur Alam di Balik Lahan Nanga-Nanga, Ambisi Griya Bahteramas dan Klaim Penyerobotan

365
×

Jejak Nur Alam di Balik Lahan Nanga-Nanga, Ambisi Griya Bahteramas dan Klaim Penyerobotan

Sebarkan artikel ini
Tim Gabungan Diterjunkan: Usut Tuntas Penguasaan Lahan Nanga-Nanga di Sultra

Kendari,  – Peninjauan aset milik Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara di kawasan Nanga-Nanga, Kota Kendari, pada Selasa (24/6/2025) oleh Gubernur Mayjen TNI (Purn) Andi Sumangerukka, kembali menyoroti polemik luasan lahan yang fluktuatif.

Lahan yang secara legalitas tercatat seluas 1.000 hektare itu, kini hanya tersisa sekitar 793 hektare, memunculkan pertanyaan besar mengenai penyusutan yang terjadi.

Menariknya, catatan sejarah menunjukkan bahwa luasan 793 hektare ini bukanlah angka baru. Berdasarkan laporan media Antara Sultra pada Selasa, 29 Oktober 2013, pukul 21:45 WIB, dengan judul “Pemprov Sultra Bentuk Tim Pembebasan Lahan Nanga-Nanga”, Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara di bawah kepemimpinan Gubernur Nur Alam telah membentuk tim terpadu untuk pembebasan kawasan Nanga-Nanga. Kawasan ini direncanakan sebagai lokasi pembangunan perumahan PNS atau Griya Bahteramas.

Pada saat itu, Gubernur Nur Alam menyatakan bahwa total luasan lahan pemerintah di kawasan Nanga-Nanga, Kecamatan Baruga, Kota Kendari, adalah 793 hektare. Lahan tersebut merupakan bekas tempat tahanan politik (tapol) yang telah diserahkan kembali kepada pemerintah Sultra, dibuktikan dengan beberapa dokumen kepemilikan.

“Tetapi seiring dengan perjalanan waktu, banyak pihak lain yang menyerobot kawasan itu dan mengaku sebagai pemilik sah lahan itu dengan berusaha menyertifikatkan sebagian lahan tersebut,” ujar Nur Alam, seperti dikutip Antara News kala itu. Ia bahkan meminta tim yang dibentuknya untuk menertibkan aset-aset pemerintah Sultra yang diklaim pihak lain atau perorangan, dengan target agar semua aset tanah bisa “clear and clean” dan tersertifikasi.

Dari 793 hektare yang ia sebutkan, pada 2013 sudah 17 hektare berhasil disertifikatkan dan memungkinkan dimulainya aktivitas pembangunan perumahan PNS. Ambisi Nur Alam untuk membangun 1.000 rumah PNS di sana menunjukkan komitmennya terhadap pemanfaatan lahan ini, meskipun diiringi tantangan penertiban dari pihak-pihak yang menyerobot.

Lagi Viral, Baca Juga  Hugua Bahas Masa Depan Wakatobi dalam Forum Koja-Koja di Tomia

Kini, satu dekade lebih berlalu, temuan Gubernur Andi Sumangerukka yang menyebutkan penyusutan dari 1.000 hektare menjadi 793 hektare menimbulkan pertanyaan lanjutan.

Apakah angka 1.000 hektare adalah luasan awal sebelum klaim pihak lain, dan 793 hektare yang disebut Nur Alam pada 2013 adalah sisa yang tersisa saat itu? Atau apakah ada selisih luasan yang belum tersertifikasi yang kemudian diklaim pihak lain setelah 2013?

“Pertanyaannya, kenapa terjadi penyusutan? Ini akan kami telusuri lebih lanjut,” tegas Andi Sumangerukka, menggemakan kembali semangat penertiban aset yang pernah dicanangkan.

Tim gabungan yang melibatkan Pemprov, Korem 143/Halu Oleo, dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Kendari akan diterjunkan untuk mengusut tuntas fenomena ini, baik secara administrasi maupun kondisi fisik di lapangan.

Kasus ini menyoroti kompleksitas masalah pertanahan di daerah, di mana aset negara rentan terhadap penyerobotan dan klaim kepemilikan.

Upaya kolaboratif yang diinisiasi Gubernur Andi Sumangerukka diharapkan dapat mengungkap penyebab penyusutan dan memastikan pemanfaatan aset secara optimal dan legal di masa mendatang, sembari menelusuri kembali jejak historis pengelolaan lahan Nanga-Nanga. (red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

WP2Social Auto Publish Powered By : XYZScripts.com
error: Content is protected !!