LONDON, – Inggris dan Portugal diperkirakan akan secara resmi mengakui Palestina sebagai sebuah negara pada Minggu (21/9), langkah signifikan yang diambil di tengah eskalasi konflik di Gaza. Keputusan ini diambil menjelang sidang penting Majelis Umum PBB di New York, di mana sejumlah negara lain juga berencana melakukan hal serupa sebagai upaya menekan Israel.
Dalam beberapa bulan terakhir, banyak sekutu lama Israel mulai mengubah posisi mereka seiring intensifnya serangan militer Israel di Gaza pasca serangan Hamas pada 2023. Serangan balasan itu menyebabkan kehancuran masif, puluhan ribu korban jiwa, dan krisis kemanusiaan parah yang memicu bencana kelaparan.
Perdana Menteri Inggris, Keir Starmer, dilaporkan akan menyampaikan kebijakan ini pada Minggu, meskipun mendapat penentangan keras dari Israel. Menurut laporan BBC, Starmer menegaskan pengakuan tersebut sebagai kontribusi penting untuk mendorong proses perdamaian dan solusi dua negara. Pengakuan ini akan diberikan jika Israel gagal mengambil langkah nyata menuju gencatan senjata sebelum Sidang Umum PBB.
Di sisi lain, Portugal melalui Kementerian Luar Negerinya juga memastikan pengakuan terhadap Palestina pada Minggu. Pemerintah Lisbon menilai eskalasi konflik yang mengkhawatirkan, ancaman Israel untuk mencaplok wilayah Palestina, serta krisis kemanusiaan sebagai alasan utama keputusan itu.
Langkah Inggris dan Portugal disambut baik oleh komunitas internasional, namun memicu kemarahan Israel. Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menuding langkah itu sebagai bentuk penghargaan terhadap “terorisme keji” dan “menenangkan ideologi jihad”. Bahkan, laporan menyebut Israel mengancam akan mencaplok Tepi Barat sebagai respons atas pengakuan tersebut.
Menanggapi ancaman itu, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menekankan bahwa dunia tidak boleh gentar menghadapi risiko pembalasan Israel. “Dunia seharusnya tidak merasa terintimidasi,” katanya.
Diperkirakan sekitar 10 negara akan mengumumkan pengakuan resmi terhadap Palestina dalam beberapa hari ke depan, termasuk kemungkinan Prancis dan Kanada. Hal ini menunjukkan adanya pergeseran pandangan global yang semakin menekan Israel untuk menghentikan ofensif militer dan mencari solusi damai.
Perang Israel-Hamas pecah setelah serangan 7 Oktober 2023 yang menewaskan 1.219 orang di Israel. Sejak itu, serangan balasan Israel telah menewaskan lebih dari 65.000 orang di Gaza, mayoritas warga sipil. Krisis ini menjadi pendorong utama bagi negara-negara yang sebelumnya pro-Israel untuk meninjau kembali kebijakan mereka. (red)