KENDARI – Dugaan korupsi dalam tata niaga ekspor nikel kembali menjadi sorotan. Kali ini, Lembaga Anti Korupsi (LAKI) Sulawesi Tenggara (Sultra) melaporkan PT Aneka Tambang Tbk.
(Antam) ke Kejaksaan Tinggi, menuduh perusahaan BUMN tersebut terlibat dalam praktik yang merugikan negara hingga Rp22,7 triliun.
Angka yang fantastis ini menjadi pertanyaan besar, apakah ini adalah gunung es dari masalah yang lebih besar di sektor pertambangan?
Laporan yang disampaikan oleh Kepala Bidang Pencegahan LAKI Sultra, Nizar Fachry Adam, S.E., mengungkapkan sebuah skema yang terstruktur dan berlangsung selama 15 tahun, dari 2008 hingga 2023.
Modus operandi ini berpusat pada pembentukan perusahaan cangkang bernama PT AJI yang digunakan untuk menyamarkan aliran dana dan transaksi yang mencurigakan.
Menurut Nizar, akar masalah dimulai pada tahun 2004, ketika PT JSI didirikan di Jakarta. Perusahaan ini dibentuk seolah-olah sebagai perusahaan penanaman modal asing (PMA), sebuah langkah awal yang patut dipertanyakan.
Pada 2007, PT JSI menjalin kerja sama dengan perusahaan asing dari Vietnam dan Filipina, seolah-olah untuk memperkuat legitimasinya. Namun, yang terjadi setahun kemudian adalah sebuah anomali.
Antam justru membentuk perusahaan baru dengan PT JSI, yakni PT AJSI, dengan tujuan mendirikan pabrik stainless steel di Konawe, Sultra.
Laporan LAKI Sultra menyoroti beberapa kejanggalan dalam kerja sama ini. Antam mengucurkan 4,5 juta dolar AS kepada PT JSI untuk biaya awal proyek, seperti studi kelayakan dan Amdal.
Dana yang berasal dari BUMN ini seharusnya digunakan untuk proyek yang jelas, namun pabrik yang dijanjikan tak pernah berdiri.
Alih-alih melanjutkan proyek, saham yang seharusnya menjadi milik PT JSI justru dialihkan ke anak perusahaan JSL di Singapura, dengan jatuh tempo yang sangat panjang, hingga 2061.
Skema pengalihan ini menjadi titik krusial yang mengindikasikan adanya upaya menyembunyikan dana atau aset.
Pertanyaannya, mengapa dana publik dialihkan ke perusahaan di luar negeri dengan skema yang tidak lazim?
Selain skema pengalihan dana, laporan LAKI Sultra juga menemukan adanya manipulasi dalam laporan keuangan PT Antam. Beberapa temuan kritis meliputi:
- Status PT JSI yang fiktif: Perusahaan ini didirikan di Jakarta, namun dibuat seolah-olah sebagai PMA, menunjukkan adanya upaya pemalsuan identitas sejak awal.
- Transaksi tanpa dividen: Terdapat transaksi keuangan dalam bentuk dolar AS dari 2008 hingga 2023 yang tidak tercatat sebagai dividen perusahaan. Ini menunjukkan adanya dana yang masuk dan keluar tanpa transparansi.
- Perbedaan data piutang: Adanya perbedaan antara piutang perusahaan dalam bentuk dolar AS dengan laporan keuangan triwulanan (LQ) mengindikasikan adanya manipulasi data yang disengaja.
Analisis dari temuan ini mengarah pada satu kesimpulan: adanya kelemahan dalam sistem pengawasan internal dan eksternal BUMN.
Kerugian negara sebesar Rp22,7 triliun bukanlah angka yang kecil dan tidak mungkin terjadi tanpa adanya kelalaian atau bahkan persekongkolan dari berbagai pihak.
Kasus ini menjadi momentum penting bagi Kejaksaan Tinggi Sultra untuk membongkar tuntas praktik korupsi di sektor pertambangan yang sering kali luput dari perhatian publik.
Transparansi dan akuntabilitas adalah kunci untuk memastikan kekayaan alam Indonesia benar-benar dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat, bukan untuk memperkaya segelintir elite. (Red)