Metropolis

Catatan Kemerdekaan dari Wawonii: Pulau Kecil, Mimpi Besar

176
×

Catatan Kemerdekaan dari Wawonii: Pulau Kecil, Mimpi Besar

Sebarkan artikel ini
Andiman S.M., M.E.

Oleh: Andiman S.M., M.E.

Merdeka bukan hanya berarti bebas dari penjajahan fisik, tetapi juga tentang kesempatan yang sama untuk maju, berkembang, dan sejahtera. Setiap 17 Agustus, kita diingatkan bahwa kemerdekaan adalah hak seluruh rakyat Indonesia, dari Sabang sampai Merauke, dari kota besar hingga pulau-pulau kecil seperti Wawonii. Kemerdekaan sejati hanya akan terasa jika setiap jengkal tanah air mendapatkan akses yang setara terhadap pembangunan, pendidikan, dan kesejahteraan.

Beberapa waktu lalu, publik dihebohkan oleh isu penambangan di pulau-pulau kecil, terutama di Kawasan Konservasi Raja Ampat. Di tengah reputasinya sebagai “Surga Terakhir di Dunia,” beberapa pulau di sana menjadi lokasi aktivitas tambang yang dianggap melanggar hukum dan membahayakan lingkungan. Keputusan pemerintah untuk menghentikan sementara izin-izin tambang di sana menjadi momen refleksi nasional tentang bagaimana seharusnya investasi dikelola di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil.

Sebagai bagian dari masyarakat Wawonii, saya ingin berbagi pandangan lain. Investasi—khususnya di sektor pertambangan—tidak bisa hanya dipandang sebagai ancaman. Sebaliknya, investasi bisa menjadi pendorong kemajuan, asalkan dijalankan dengan bertanggung jawab dan berpihak pada masa depan bersama.

 

Potensi Terbatas di Pulau Kaya Raya

 

Lahir di Wawonii membuat saya memahami arti bersyukur. Terisolir dari daratan utama, dengan perjalanan laut sekitar tiga jam dari Kota Kendari, membuat kami, masyarakat Wawonii, menghargai kekayaan alam yang luar biasa. Mulai dari hamparan laut, kebun, pulau-pulau kelapa, hingga limpahan mineral berharga di bawah kaki kami.

Namun, pemanfaatan dan pengelolaannya menjadi isu tersendiri. Tinggal di sebuah pulau dengan keterbatasan akses publik membuat masyarakat harus gigih dalam mengolah kekayaan alam. Sayangnya, itu saja tidak cukup. Jika dianalogikan, Pulau Wawonii berpotensi menawarkan produk terbaik, tetapi pasarnya terbatas. Lantas, dari mana masyarakat bisa menjamin masa depannya?

Lagi Viral, Baca Juga  Tunjangan Sertifikasi Naik, Guru Honorer Dapat Tambahan Rp500 Ribu

 

Investasi Membentuk Masa Depan Baru

 

Sebagai pribadi dengan latar belakang pendidikan ekonomi, saya memahami bahwa investasi adalah salah satu instrumen akselerasi pertumbuhan ekonomi. Tidak hanya soal penyediaan lapangan kerja, tetapi juga meningkatkan permintaan dan pemasaran suatu sumber daya. Inilah yang telah diberikan oleh investor pertambangan di Pulau Wawonii.

Kehadiran investasi ini secara langsung mempercepat laju roda perekonomian masyarakat. Pro dan kontra adalah hal wajar. Namun, masyarakat di sini melihat perubahan nyata. Mulai dari menjamurnya warung, kos-kosan, usaha kue rumahan, hingga peningkatan penjualan hasil bumi dan laut. Peningkatan perputaran uang terjadi signifikan, dan investasi juga berperan sebagai perpanjangan tangan pemerintah dalam percepatan pemenuhan infrastruktur publik, seperti perbaikan jembatan, jalan, dan fasilitas umum lainnya, tanpa harus menunggu birokrasi yang berbelit.

Dari sisi lingkungan, adanya perusahaan justru secara tidak sadar menurunkan praktik penggunaan bom ikan dan pembabatan hutan secara liar. Ini adalah fakta yang menjadi buah dari investasi. Kita harus sadar, ada kesenjangan pembangunan antara yang tinggal di pulau dan di daratan. Bukan soal diskriminasi, tetapi keterbatasan akses. Oleh karena itu, solusi paling masuk akal untuk mengejar ketertinggalan ini adalah keterbukaan terhadap investasi.

 

Polemik Hukum yang Mengancam

 

Pahitnya polemik pertambangan di Raja Ampat hanyalah secuil puncak gunung es dari ambiguitas Undang-Undang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (UU PWP3K). Polemik ini memaksa kita memahami ambiguitas prinsip pemanfaatan pulau kecil. Di satu sisi, wilayah ini difungsikan sebagai wilayah konservasi, sementara di sisi lain, dapat dimanfaatkan demi kemakmuran masyarakat.

Mengacu pada Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 35/PUU-XXI/2023, pertambangan di pulau kecil sebenarnya masih diperbolehkan selama memenuhi seluruh persyaratan yang tertulis dalam perundang-undangan. Tidak ada larangan mutlak. Hal ini terbukti dari langkah pemerintah mencabut Izin Usaha Pertambangan (IUP) 4 dari 5 perusahaan di Raja Ampat karena melanggar hukum, sementara satu IUP lainnya, yakni PT GAG, masih diizinkan karena kelengkapan izin dan ketaatan lingkungannya.

Lagi Viral, Baca Juga  Identitas Korban Kebakaran Maut di Puuwatu Terungkap

Oleh karena itu, pemerintah harus sangat bijak menangani permasalahan ini. Semua pemangku kepentingan harus duduk bersama dan bicara tanpa ego sektoral tentang kondisi saat ini dan masa depan wilayah pulau-pulau kecil.

Ancaman tidak selalu datang dari kehadiran investor, terutama industri pertambangan. Namun, kehilangan kesempatan untuk berkembang maju sebagai wilayah yang mandiri juga merupakan ancaman nyata bagi kami yang tinggal di pulau kecil. Kami, masyarakat Wawonii, ingin bisa menikmati kekayaan sumber daya yang kami punya dan meyakini pemerintah akan berlaku tegas dan adil dalam melakukan penjagaan atas pemanfaatannya. Di sinilah fungsi pemerintah melalui mekanisme perizinan dan pengawasan harus kita kawal bersama.

Penulis adalah seorang pemuda asli Pulau Wawonii, Desa Roko-Roko. Alumnus Sarjana Ekonomi Universitas Haluoleo, Kendari, dan Pasca-Sarjana Ekonomi di Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

WP2Social Auto Publish Powered By : XYZScripts.com
error: Content is protected !!