JAKARTA, – Banyak yang belum mengetahui bahwa Indonesia ternyata pernah menjadi basis manufaktur untuk smartphone yang dijual di pasar global. Merek tersebut adalah Unplugged, sebuah startup asal Limassol, Siprus, yang menghadirkan ponsel bernama ‘UP Phone’ dengan fokus utama pada keamanan privasi pengguna.
Namun, kejutan ini diikuti kabar baru. Unplugged berencana memindahkan perakitan ponselnya ke Nevada, Amerika Serikat (AS), sebuah langkah yang diduga kuat merupakan respons terhadap kebijakan proteksionisme Presiden Donald Trump.
UP Phone memiliki desain yang sekilas mirip iPhone dengan panel kamera bergaya ‘boba’ dan sisi melengkung. Namun, keunggulan utama ponsel ini terletak pada janji keamanan privasi tingkat tinggi.
Unplugged mengklaim UP Phone jauh lebih aman ketimbang pesaingnya. Dikutip dari laman resminya pada Sabtu (15/11/2025), UP Phone disebut tidak memiliki permintaan DNS pihak ketiga. Sebagai perbandingan, iPhone 16 Pro dan Galaxy S25 masing-masing disebut memiliki 3.181 dan 1.368 permintaan DNS pihak ketiga.
Secara spesifikasi, UP Phone ditenagai chip MediaTek Dimensity 1200. Ia memiliki layar besar 6,67-inci berjenis AMOLED, RAM 8GB, dan penyimpanan 256GB (dapat diperluas hingga 1TB). Kamera utamanya beresolusi tinggi 108MP, dilengkapi kamera makro 5MP dan wide 8MP, serta kamera depan 32MP. Ponsel ini ditunjang baterai 4.300 mAh dengan pengisian daya 33W (kabel) dan 15W (nirkabel), serta didukung fitur 5G dan eSIM/Nano SIM.
Saat ini, UP Phone dipasarkan di negara-negara seperti AS dan Kanada.
Informasi mengenai produksi UP Phone di Indonesia diketahui dari laporan Reuters pada Agustus 2025, berdasarkan keterangan CEO Unplugged, Joe Well.
Namun, laporan Reuters menyebutkan bahwa Unplugged berencana mengalihkan produksi UP Phone dari Indonesia ke Nevada, AS. Meskipun produksi di AS akan menambah biaya tenaga kerja, perusahaan berupaya merakit di Nevada dan bertujuan mempertahankan harga jualnya di bawah US$1.000 (sekitar Rp16,2 jutaan). Sebagai perbandingan, ponsel hasil produksi di Indonesia dijual sedikit lebih murah, yakni **US$989 (sekitar Rp16 juta)**.
Langkah ini diyakini sebagai respons terhadap inisiatif Presiden Trump yang terus berupaya agar lebih banyak produsen smartphone merakit perangkatnya langsung di AS. Upaya tersebut didorong dengan ancaman tarif tinggi bagi perusahaan yang memproduksi barang di luar AS tetapi menjualnya di pasar domestik.
“Langkah pertama yang dilakukan adalah perakitan, bertahap melakukan pengadaan komponen,” jelas CEO Unplugged Joe Well, dikutip dari Reuters.
Well menambahkan, langkah berikut perusahaan adalah melakukan pengadaan komponen perangkat di AS. Meskipun tantangan perakitan smartphone di AS sangat mahal karena rantai pasok yang masih terpusat di Asia dan tingginya harga tenaga kerja, Unplugged berencana mengatasinya dengan melakukan perakitan dalam jumlah yang lebih kecil dan stabil, tanpa merilis model baru setiap tahunnya.
Sayangnya, Joe Well tidak merinci jumlah perangkat yang akan dirakit, mitra kerja di Nevada, maupun jumlah dana yang dikumpulkan untuk memulai upaya barunya tersebut. (red)


