Lasusua,  — Polemik sewa kendaraan mewah untuk pejabat daerah di Kabupaten Kolaka Utara, Sulawesi Tenggara, kian menyeruak ke ranah etika publik.
Wakil Bupati Kolaka Utara, H. Jumarding, SE., menolak keras rencana pengeluaran anggaran sebesar Rp 1,741 Miliar hanya untuk sewa 65 unit mobil dinas selama tiga bulan, menegaskan bahwa tindakan tersebut adalah bentuk pemborosan di tengah krisis fiskal daerah. Penolakan Wakil Bupati ini tidak hanya berlandaskan pada angka dan prosedur, tetapi juga mendasarkan pada pesan moral dan tanggung jawab kepemimpinan.
Jumarding secara eksplisit mengajak para pejabat dan kepala desa untuk menghayati kembali pesan pahlawan nasional H. Agus Salim, bahwa “pemimpin/pejabat itu adalah menderita.” Kontras antara tuntutan untuk “menderita” dalam melayani rakyat dengan pengadaan fasilitas mewah ini menjadi sorotan utama.
Rencana pengadaan sewa kendaraan mencakup unit-unit seperti Toyota Veloz, Toyota Rush, hingga satu unit Toyota Fortuner dengan biaya sewa bulanan mencapai Rp 23 juta.
Wakil Bupati Jumarding menyatakan, penggunaan APBD sebesar itu hanya demi pemenuhan “gaya hidup mewah dan gengsi” para pejabat dan kepala desa sama sekali tidak mencerminkan nilai-nilai kepemimpinan yang berintegritas.
“Para kepala desa dan pejabat daerah seharusnya menjadi pelayan masyarakat, bukan sebagai pejabat yang seenaknya menghabiskan uang rakyat untuk fasilitas yang berlebihan,” tegas Jumarding dalam keterangan persnya pada Minggu (29/9/2025). Ia menambahkan, masyarakat Kolaka Utara tidak membutuhkan pejabat yang “duduk manis dan bersembunyi dibalik kaca mobil mewah.”
Penolakan etis ini diperkuat oleh kondisi faktual Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kolaka Utara yang sedang mengalami tekanan berat.
Jumarding memaparkan data bahwa dana transfer dari pemerintah pusat ke APBD Kolaka Utara diperkirakan akan turun 31,80% dari tahun anggaran 2024 ke Rancangan 2026. Menurutnya, memaksakan sewa kendaraan mewah di tengah kondisi APBD yang menurun drastis merupakan “pemborosan uang rakyat” yang mengancam kelangsungan program prioritas.
Jumarding menyoroti bahwa alokasi anggaran seharusnya diprioritaskan untuk kebutuhan mendesak, seperti perbaikan jalan, pembuatan jalan tani, peningkatan fasilitas kesehatan, dan bantuan subsidi bagi petani dan nelayan.
Secara prosedural, Wakil Bupati juga menolak rencana sewa ini karena dianggap terkesan ditutup-tutupi dan tidak melibatkan diskusi dengan dirinya sebagai wakil kepala daerah. Ia mencium adanya praktik pengadaan yang tidak transparan, yang diduga dilakukan melalui penunjukan langsung tanpa melalui proses Unit Layanan Pengadaan (ULP) yang semestinya.
Jumarding secara lugas menyebut praktik pengadaan ini “sangat mencerminkan ‘mental korup’ yang masih melekat kuat” dalam birokrasi daerah.
Ia menekankan bahwa APBD adalah uang rakyat dan penggunaannya haruslah untuk kepentingan rakyat. Di akhir keterangannya, Wakil Bupati mengajak seluruh elemen masyarakat untuk mengawal penggunaan APBD. “Mari Kita Kawal Bersama Selamatkan APBD Kolaka Utara untuk Rakyat, Bukan untuk Sewa Kendaraan Kepala Desa dan Pejabat Daerah,” tutupnya. (red)










