Kriminal

Terdakwa Pemerkosa Ponakan di Kendari Dituntut 13 Tahun Penjara dan Denda Rp 1 Miliar

121
×

Terdakwa Pemerkosa Ponakan di Kendari Dituntut 13 Tahun Penjara dan Denda Rp 1 Miliar

Sebarkan artikel ini
tuntutan hukum

KENDARI, – Yohanis Fiani alias Pian, terdakwa kasus pencabulan dan pemerkosaan terhadap ponakannya sendiri, SW (14), dituntut hukuman 13 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Tuntutan ini dibacakan dalam sidang di Pengadilan Negeri Kendari, Selasa, 16 September 2025, menjadi puncak dari serangkaian persidangan yang mengungkap perbuatan keji terdakwa.

Jaksa menilai perbuatan Yohanis terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar hukum, merusak masa depan korban, dan menyebabkan trauma mendalam. Jika denda sebesar Rp 1 miliar tersebut tidak dibayar, Yohanis wajib menjalani hukuman subsider 5 bulan kurungan.

Masa tahanan yang telah dijalani selama proses hukum juga akan dipotong dari pidana penjara. Selain itu, terdakwa juga dituntut membayar biaya perkara sebesar Rp 5.000.

“JPU menganggap perbuatan terdakwa telah merusak masa depan korban yang masih di bawah umur. Hukuman yang berat setimpal dengan penderitaan yang dialami korban,” ujar salah satu jaksa seusai sidang.

Kasus ini bermula dari laporan yang dibuat korban dan kuasa hukumnya ke Polresta Kendari pada 23 April 2025. Perilaku bejat Yohanis Fiani alias Pian terbongkar setelah bertahun-tahun lamanya.

Korban, SW, mengaku berulang kali diperkosa oleh pamannya sejak ia masih duduk di bangku kelas 1 SMP.

Pelaku, yang bekerja sebagai pengepul besi di Konawe Utara, kerap melancarkan aksinya saat ia pulang dan kondisi rumah sepi. “Pertama kali dia panggil ke rumah, ditarik ke kamar, dicekik, mau berteriak tapi mulut ditutup,” ungkap SW.

Pelaku bahkan merekam aksi tak senonohnya dan menggunakan video itu sebagai alat untuk mengancam korban agar tidak menceritakan perbuatannya kepada siapapun.

“Kalau saya menolak, pelaku mengancam akan memviralkan video itu,” kata SW. Ancaman ini membuat korban tertekan dan tidak berani berbicara, sehingga aksi bejat pelaku terus berlanjut.

Lagi Viral, Baca Juga  Polresta Kendari Ulur Waktu? Korban Pencabulan Trauma, Pelaku Bebas Wara-Wiri di Kendari!

Kasus ini akhirnya terkuak berkat kecurigaan tetangga korban yang melihat perilaku tidak wajar antara pelaku dan korban.

Ketua RT setempat, Ali, yang menerima laporan dari warganya kemudian memberitahukan hal ini kepada orang tua korban, sehingga SW pun berani menceritakan penderitaan yang dialaminya.

Menurut Ali, akibat trauma yang dialaminya, SW mengalami gangguan psikologis. “SW lebih banyak diam dan suka menyendiri,” ujarnya.

Merespons lambatnya penanganan kasus pada awal terungkapnya, Kuasa Hukum korban, Didit Hariadi, SH., CMLC, sempat menyampaikan kekecewaannya.

Ia menekankan bahwa kasus kekerasan seksual terhadap anak seharusnya mendapatkan perlakuan khusus. “Jika ada laporan kekerasan seksual, pelecehan, dan pemerkosaan, maka wajib dianggap benar sampai nanti buktinya tidak sebaliknya,” tegas Didit.

Ia juga menyayangkan pelaku tidak langsung ditahan dan harus menunggu hasil visum yang memakan waktu tiga hari.

Menanggapi tuntutan jaksa, kuasa hukum korban menyambut baik dan mengapresiasi tuntutan 13 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar. Tuntutan ini menunjukkan ketegasan negara dalam melawan kejahatan seksual, terutama terhadap anak di bawah umur.

“Tuntutan Jaksa telah mencerminkan keadilan bagi korban yang selama bertahun-tahun mengalami penderitaan fisik dan psikis,” ujar kuasa hukum korban.

“Ini adalah kejahatan keji yang merusak masa depan seorang anak dan meninggalkan trauma mendalam seumur hidup,” tegasnya.

Pihaknya berharap Majelis Hakim dapat mengabulkan seluruh tuntutan JPU.

“Hukuman yang berat adalah satu-satunya cara untuk memberikan efek jera kepada pelaku dan mengirimkan pesan jelas kepada masyarakat bahwa perbuatan bejat seperti ini tidak akan ditoleransi,” tambahnya.

Ketua Forum Advokat dan Pengacara Republik Indonesia (FAPRI) Sultra itu juga menegaskan kembali pentingnya penanganan kasus kekerasan seksual yang lebih cepat dan sensitif.

Lagi Viral, Baca Juga  Kejari Kolaka Usut Tuntas Kasus Dugaan Suap Pilwabup Kolaka Timur

Kasus ini menjadi cerminan bahwa aparat penegak hukum harus bertindak lebih proaktif. Seharusnya, pelaku langsung ditahan begitu laporan dibuat, tanpa harus menunggu hasil visum yang memakan waktu lama.

Hal ini selaras dengan prinsip hukum internasional tentang perlindungan perempuan dan anak, di mana setiap laporan kekerasan seksual wajib dianggap benar sampai terbukti sebaliknya.

Pihak kuasa hukum akan terus mengawal kasus ini hingga putusan akhir. Mereka berharap Majelis Hakim dapat menjatuhkan hukuman maksimal sesuai dengan tuntutan Jaksa agar keadilan dapat dirasakan oleh korban dan keluarganya.

Dengan tuntutan yang telah dibacakan, kini nasib Yohanis Fiani alias Pian berada di tangan Majelis Hakim.

Rencananya, putusan Majelis Hakim akan dibacakan pada Selasa, 16 September 2025. Publik berharap putusan yang dijatuhkan nantinya dapat memberikan keadilan bagi korban dan menjadi pelajaran bagi semua pihak. **

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

WP2Social Auto Publish Powered By : XYZScripts.com
error: Content is protected !!