KENDARI, – Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) bergerak cepat merespons bentrokan yang terjadi di Desa Analere, Kabupaten Bombana.
Konflik fisik yang melibatkan dua kelompok warga di area bekas perkebunan PT Sampewali ini menjadi agenda utama rapat Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Sultra yang digelar di Kendari, Sabtu (13/9/2025).
Gubernur Sultra, Mayor Jenderal TNI (Purn) Andi Sumangerukka, menyatakan bahwa rapat Forkopimda rutin dilaksanakan setiap bulan untuk mengantisipasi potensi gejolak sosial. Insiden di Bombana, menurutnya, menjadi bukti nyata pentingnya langkah-langkah pencegahan.
“Kami Forkopimda melaksanakan rapat rutin. Seluruhnya lengkap, Danrem, Kajati, Kapolda, Danlanal, Danlanud, Ketua Pengadilan, dan juga BPN,” kata Andi, menegaskan soliditas unsur pimpinan di Sultra dalam menyikapi masalah ini.
Kapolda Sultra, Inspektur Jenderal Polisi Didik Agung Widjanarko, menegaskan bahwa bentrokan tersebut adalah murni tindak pidana. Pihaknya berjanji akan menindak tegas para pelaku dan meminta semua pihak untuk tidak memprovokasi.
“Kami akan melakukan proses tegas kepada pelaku. Pihak-pihak lain tidak usah memprovokasi, serahkan penegakan hukum kepada kami,” ujar Didik. “Siapa yang bersalah pasti akan kami proses seadil-adilnya. Kita jaga bersama ketertiban dan kenyamanan masyarakat.”
Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sultra, Ir. Rahmat, yang turut hadir dalam rapat, menjelaskan duduk perkara status lahan yang menjadi sengketa.
“Lahan di Dusun Sampewali yang sekarang bermasalah, jika kita lihat datanya, masuk dalam kawasan Area Penggunaan Lain (APL). Tapi, secara keseluruhan, statusnya adalah tanah kehutanan seluas 24.000 hektar,” terang Rahmat.
Menanggapi hal tersebut, Gubernur Andi Sumangerukka menyatakan, jika konflik menyentuh ranah hukum, penanganannya akan diserahkan sepenuhnya kepada Kejaksaan dan Polda.
Sementara itu, pemerintah provinsi akan meninjau dari sisi regulasi. “Kami akan melihat dari sudut regulasi, dan jika memang diperlukan regulasi bersama, kita akan buatkan,” katanya.
Saat ini, situasi di lokasi bentrokan masih tegang. Untuk mencegah gejolak susulan, aparat keamanan telah menambah personel. Polda Sultra mengirimkan satu kompi Brimob, 55 personel Polres, satu peleton dari Batalyon 725, serta 21 personel dari Koramil.
Sebelumnya, pada Jumat (12/9/2025), ketegangan menyelimuti bekas kawasan perkebunan PT Sampewali di Desa Analere, Kecamatan Poleang Barat, Kabupaten Bombana.
Dua kelompok warga terlibat bentrokan fisik yang mengakibatkan beberapa korban luka. Menurut saksi mata, bentrokan pecah setelah sekitar 70 warga dari Watubangga, Kabupaten Kolaka, mendatangi sebuah rumah di area eks perkebunan sawit tersebut sambil membawa parang.
Aksi ini memicu perkelahian terbuka dengan kelompok warga Desa Analere. Dua orang dari kelompok Analere menjadi korban pemarangan, memicu perlawanan.
“Bentrok ini berlangsung cepat, tiba-tiba saja sudah ada yang jatuh berdarah,” kata seorang warga yang enggan disebut namanya.
Ia menambahkan, kedua kelompok sama-sama membawa senjata tajam. Laporan awal menyebutkan dua korban luka juga jatuh dari pihak Watubangga.
Korban dari Analere dievakuasi ke Puskesmas Poleang, sementara korban dari Watubangga dibawa mundur ke Desa Toari, Kolaka. Hingga malam hari, sekitar 100 warga Analere masih bertahan di lokasi kejadian.
Konflik ini diduga kuat dipicu sengketa lahan perkebunan sawit yang telah lama terbengkalai. Kedua kelompok mengklaim hak atas pengelolaan dan pemanfaatan lahan tersebut.
“Ini bukan sekadar masalah pribadi, tapi sudah masuk soal tanah dan kebun yang nilainya besar,” ujar seorang warga. Tokoh masyarakat setempat khawatir insiden ini dapat memicu konflik yang lebih besar jika tidak segera diatasi. (red)