JAKARTA, – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan adanya 16 permasalahan dalam pengelolaan kredit segmen komersial di PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN).
Salah satu temuan yang paling menonjol adalah kredit bermasalah senilai Rp269,6 miliar yang diberikan kepada PT Istaka Karya (Persero), perusahaan konstruksi BUMN yang telah dibubarkan.
Temuan ini tertuang dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Pengelolaan Kredit Segmen Komersial, Kegiatan Investasi, dan Operasional Tahun 2021 dan 2022.
Laporan tersebut mencakup hasil pemeriksaan di beberapa wilayah, termasuk DKI Jakarta, Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Sulawesi.
BPK menggarisbawahi adanya penyimpangan dalam pemberian dua fasilitas kredit kepada PT Istaka Karya pada tahun 2016.
Kredit tersebut mencakup Kredit Konstruksi atau Kredit Yasa Griya (KYG) senilai Rp195 miliar untuk pembangunan apartemen, dan Kredit Investasi Rp92 miliar untuk pembangunan mal di Cisaranten Binaharapan, Bandung.
Pemeriksaan BPK menemukan sejumlah kejanggalan, salah satunya adalah persetujuan kredit yang diberikan tanpa memenuhi seluruh syarat yang diperlukan.
BTN menandatangani perjanjian kredit sebelum seluruh dokumen lengkap, termasuk ketiadaan laporan verifikasi daftar konsumen.
Selain itu, BPK menemukan bahwa pencairan dana tidak sesuai dengan perjanjian. Dari total Rp269,6 miliar yang dicairkan, hanya Rp174,9 miliar yang sampai kepada PT Wijaya Karya (PT WK) sebagai pelaksana proyek.
Sisanya, Rp90,5 miliar digunakan oleh Istaka Karya untuk keperluan lain, dan Rp4,23 miliar tidak dapat ditelusuri. BPK menilai, hal ini menunjukkan adanya wanprestasi yang berpotensi menimbulkan kerugian bagi BTN.
Laporan BPK juga menyoroti kelalaian sejumlah pejabat BTN, mulai dari jajaran Direksi hingga Kantor Cabang.
Manajemen, termasuk Direktur Utama dan Direktur terkait yang terlibat dalam persetujuan kredit, dinilai kurang cermat dalam mengambil keputusan. BPK juga menyebut adanya kelalaian dari Direktur Manajemen Risiko dan pejabat di Kantor Cabang Bandung dalam proses analisis dan verifikasi data.
Di samping itu, BPK menyayangkan lemahnya pengawasan yang dilakukan oleh Dewan Komisaris BTN terhadap pengelolaan kredit tersebut.
Atas temuan ini, BPK merekomendasikan Direksi BTN untuk meminta pertanggungjawaban dari pihak-pihak yang terlibat.
BPK juga menyarankan audit khusus dan peningkatan kehati-hatian dalam proses analisis, verifikasi data, pencairan, dan monitoring kredit di masa mendatang.
Awak media masih mencoba konfirmasi juga ke BPK Sulawesi Tenggara dan BPK Sulawesi Selatan terkait Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Pengelolaan Kredit Segmen Komersial, Kegiatan Investasi perbankan. (Red)