KENDARI, —Di kota ini, ada cerita yang dimulai saat sebagian besar orang masih memeluk erat selimut. Pukul empat subuh. Langit masih pekat, dinginnya menusuk hingga ke tulang.
Jalanan lengang, hanya diterangi lampu-lampu jalan yang enggan. Namun, sebuah suara memecah keheningan itu deru motor tua yang membelah dini hari.
Di atas kendaraan bututnya, seorang pria duduk tegar. Tumpukan koran menggunung di depan dan belakangnya.
Jaketnya rapi, matanya menyiratkan sebuah tekad—tekad yang tak pernah goyah. Dialah Stenly Milii, seorang suami dan ayah yang tak kenal menyerah pada nasib.
Selama bertahun-tahun, Stenly adalah wajah yang akrab bagi para pelanggan setianya. Motornya menjadi tunggangan suci yang membawa kabar dari Kendari Ekspres (kini Harian Rakyat Sultra). Rutenya bukan main-main, membentang dari Kecamatan Mandonga hingga Nambo.
Di setiap putaran rodanya, ada doa yang terucap, ada janji yang ia genggam untuk keluarganya. Di pagi hari ia mengantar berita, di siang hari ia menabur ilmu sebagai tenaga honorer di SDN 21 Poasia. Upah yang tak seberapa ia terima dengan ikhlas, karena ia tahu, pengabdian tak bisa diukur dengan angka.
Stenly tidak pernah memandang pekerjaannya sebagai sebatas rutinitas. Jauh sebelum ia memegang jabatan, jiwa pelayanannya sudah menyala. Di tengah kesibukannya sebagai loper koran yang harus mengejar waktu, ia tetap punya kepedulian yang besar terhadap kotanya.
Saat mantan Wali Kota Ir. Asrun mencanangkan Lomba Adipura Kelurahan, Stenly menjadi salah satu garda terdepan.
Dengan motor tuanya yang setia, ia berkeliling kampung, bukan hanya mengantar koran, tetapi juga menggerakkan masyarakat untuk menjaga kebersihan. Ia tak butuh instruksi dari atasan. Yang ia butuhkan hanyalah keyakinan, bahwa setiap perubahan besar berawal dari hal-hal kecil yang dilakukan dengan sepenuh hati.
Dengan motor tuanya yang tak pernah lelah, ia berkeliling kampung, menggerakkan warga, dan menyebarkan informasi. Ia membuktikan bahwa untuk mengabdi, tak perlu menunggu jabatan. Cukup dengan keyakinan, bahwa setiap perubahan besar berawal dari langkah-langkah kecil yang penuh ketulusan.
Takdir memang punya cara sendiri untuk bekerja. Ia merangkai setiap tetes keringat dan air mata Stenly menjadi sebuah kisah manis.
Momen krusial itu datang saat Stenly lulus tes CPNS. Sebuah pintu masa depan terbuka lebar, mengantarkannya ke UPTD Dinas Pendidikan Kecamatan Poasia. Jalannya terus menanjak, dari staf di Kantor Camat Puuwatu hingga di Kelurahan Tobuuha.
Meski kariernya menanjak, profesi loper tak pernah ia lupakan. Ia terus mengayuh motor tuanya, hingga gelombang digital menggerus pelanggan koran cetak, memaksa babak itu berakhir.
Puncak dari semua pengorbanannya tiba pada Kamis, 7 Agustus 2025. Di Aula Teporombua, Stenly berdiri gagah, dengan jantung berdebar kencang. Ia menyaksikan Wali Kota Kendari, Siska Karina Imran, melantik para pejabat.
Total ada 55 nama yang dipanggil, dan di antara mereka, nama Stenly Milii menggema. Itu adalah momen mengharukan. Momen di mana jaket loper rapinya telah berganti menjadi Pakaian Dinas Upacara (PDU) yang penuh wibawa.
Papan nama, lencana Korpri, dan topi upacara itu seakan menjadi penanda bahwa perjalanan dari motor tua ke kursi lurah bukanlah sekadar mimpi.
Stenly Milii kini resmi menjabat sebagai Lurah di Kelurahan Dapu Dapura, Kecamatan Kendari Barat. Ia adalah bukti hidup bahwa jabatan tak akan mengubah jati diri. Hatinya tetaplah hati seorang loper: tulus, rendah hati, dan siap melayani.
Ia berjanji, “Saya takkan pernah lupa dari mana saya berasal. Semangat saya kini bukan lagi mengantar berita, melainkan mengantar harapan dan perubahan nyata bagi masyarakat. Ini adalah amanah yang harus dijalankan dengan sungguh-sungguh, penuh loyalitas, menuju Kendari yang maju,” ujarnya.
Kisah Stenly adalah pengingat bagi kita semua, bahwa hidup adalah tentang perjuangan. Jika kita percaya, tak ada yang tak mungkin. Bahkan seorang loper koran pun bisa menjadi seorang lurah. (Ikhsan)