KENDARI, – Spekulasi yang mengaitkan Wali Kota Kendari, Siska Karina Imran, dengan kasus korupsi anggaran Sekretariat Daerah (Setda) Kota Kendari tahun 2020 akhirnya terpatahkan.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Kendari dengan tegas mengungkapkan bahwa peran utama dalam pengelolaan dan penyalahgunaan anggaran senilai lebih dari Rp 4,4 miliar itu sepenuhnya berada di tangan terdakwa Nahwa Umar, yang kala itu menjabat sebagai Sekretaris Daerah (Sekda) Pemkot Kendari.
Fakta ini terungkap jelas dalam persidangan lanjutan di Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Kota Kendari, Senin (30/6/2025). JPU, melalui Kasi Pidsus Kejari Kendari Asnadi Tawulo, menjelaskan bahwa inti kasus ini berpusat pada bagaimana Nahwa Umar sebagai Pengguna Anggaran (PA) mengendalikan dana dan memanipulasi laporan pertanggungjawaban.
Persidangan pada Senin (30/6/2025) membuka tabir bahwa jabatan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) pada Bagian Umum Setda Kota Kendari ternyata kosong selama sembilan bulan di tahun 2020. Kondisi ini secara otomatis menempatkan Nahwa Umar sebagai PA dalam posisi pengendali penuh atas anggaran.
Kesaksian Jahuddin, yang di tahun 2020 menjabat sebagai Kabag Umum, membenarkan situasi ini.
“Jadi KPA itu kosong selama sembilan bulan yang otomatis diambil alih oleh PA. Dan untuk pembayaran itu dilakukan melalui aplikasi dan aplikasi itu hanya dua yang bisa akses yaitu Sekda (terdakwa Nahwa Umar) dan Bendahara (terdakwa Ningsih),” papar Jahuddin. Pernyataan ini menunjukkan bahwa hanya Nahwa Umar dan Bendahara Pengeluaran, Ariyuli Ningsih Lindoeno, yang memiliki akses untuk mencairkan dana.
JPU Asnadi Tawulo merinci bahwa belanja yang direalisasikan dan dipertanggungjawabkan oleh Nahwa Umar selaku PA, bersama Ariyuli Ningsih Lindoeno dan Muchlis (Pembantu Bendahara), ternyata tidak sesuai dengan fakta di lapangan. Modusnya, mereka menggunakan nota atau kuitansi fiktif atau yang dipalsukan, baik dari segi dokumen, uraian item belanja, tanda tangan, maupun stempel toko/pihak penyedia.
Lima kegiatan belanja yang menjadi objek manipulasi ini meliputi penyediaan jasa komunikasi, sumber daya air dan listrik, barang cetakan dan penggandaan, makan dan minum, serta pemeliharaan dan perizinan kendaraan dinas.
“SPJ atas kegiatan tersebut di antaranya terlampir bukti bentuk kuitansi pembayaran dan daftar rincian belanja yang telah disetujui dan ditandatangani oleh terdakwa Nahwa Umar, selaku PA saat itu,” jelas Asnadi.
Dari total anggaran yang dicairkan sebesar Rp 4,4 miliar lebih, nyatanya hanya terealisasi sekitar Rp 3,9 miliar lebih.
Selisih inilah, sebesar Rp 444 juta, yang ditegaskan JPU sebagai kerugian negara akibat praktik korupsi tersebut.
Mengenai isu yang menyeret nama Wali Kota Kendari, JPU kembali menegaskan bahwa kasus ini tidak melibatkan Siska Karina Imran. Asnadi menjelaskan bahwa permasalahan utama dalam perkara ini adalah Belanja Makanan dan Minuman Sekretariat Daerah, yang terdiri dari makan minum pegawai, rapat, dan tamu.
“Jadi tidak ada kaitannya dengan para Pimpinan yaitu Wali Kota dan Wakil Wali Kota saat itu. Karena apa yang menjadi Hak Wali Kota dan Wakil Wali Kota telah dianggarkan sebagaimana DPA dan digunakan sebagaimana mestinya,” pungkas Asnadi, menepis keraguan publik dan meluruskan fokus penanganan kasus ini pada para terdakwa utama. (red)