Ragam

Kode Merah di Kalinga Nagar, Pembongkaran Jaringan Solar Ilegal

841
×

Kode Merah di Kalinga Nagar, Pembongkaran Jaringan Solar Ilegal

Sebarkan artikel ini

INDIA, – Matahari di Visakhapatnam menyengat kulit, serupa bara yang membakar harapan. Di setiap pompa bensin, antrean panjang truk-truk dan kendaraan pribadi mengular, membentuk ular raksasa yang bergerak lambat. Udara dipenuhi gerutu, keluh kesah, dan tatapan putus asa.

Solar bersubsidi, jatah rakyat, seolah menghilang ditelan bumi. Ibu-ibu mengipas wajah dengan tangan, para pengemudi truk bersandar lesu di kemudi. Mereka tak tahu, atau mungkin tak mau percaya, bahwa di balik penderitaan mereka, ada tangan-tangan tak terlihat yang sedang mengisap habis hak mereka, mengubahnya menjadi pundi-pundi uang haram.

Di sebuah sudut Desa Jagannathpur, distrik Keonjhar, Odisha, tersembunyi sebuah operasi rahasia. Bukan operasi militer, melainkan operasi gelap yang jauh lebih mengerikan. Di sana, aroma amis solar bercampur debu tanah, menjadi saksi bisu praktik lancung yang dikendalikan oleh Havildar,  seorang perwira militer yang seharusnya menjaga kedaulatan negara. Namun, bagi Bahri, sumpah jabatan hanyalah deretan kata tanpa makna. Selama sepuluh tahun, ia tak lagi menginjakkan kaki di kantor, memilih membangun kerajaan ilegalnya.

Bahri dan istrinya adalah dalang di balik puluhan truk tangki biru-putih berlogo fiktif “Hunter Synergy Manpower”. Tiap bulan, puluhan lakh rupee mengalir ke kantongnya, hasil dari solar subsidi yang disulap menjadi solar industri. Modus operandinya licik. Solar “murah” didatangkan dari pelabuhan Visakhapatnam, Andhra Pradesh, melalui jalur laut, sebelum akhirnya disedot habis di sarang Jagannathpur. Dari sana, truk-truk tangki itu melaju menuju utara, ke perusahaan-perusahaan tambang besi di Chhattisgarh, tempat solar industri sangat dicari dengan harga menggiurkan.

“Dia itu Komandan Bahri, pemilik sebagian besar tangki Hunter Synergy,” bisik seorang sumber yang tak ingin disebutkan namanya, suatu sore di sebuah warung kopi kumuh. “Katanya sudah sepuluh tahun tak masuk kantor. Hebat bukan? Mungkin dia sudah jadi ‘ATM’ berjalan bagi orang-orang besar.”

Lagi Viral, Baca Juga  Surat Untuk Gubernurku: Luka di Terminal, Gugatan Nurani untuk Sang Jenderal

Rishika Sharma, seorang jurnalis investigasi muda dari sebuah media daring lokal, mulai merasakan kejanggalan. Ia sering melihat truk-truk tangki Hunter Synergy Manpower melintas. Yang aneh, truk-tangk itu tidak pernah tercatat masuk atau keluar dari depot minyak resmi di wilayah tersebut. Rishika pernah mengamati: truk-truk itu terlihat kosong saat bergerak dari Chhattisgarh, namun kembali dengan muatan penuh solar. Sebuah kejanggalan yang terlampau kentara.

Pada Jumat yang terik di tanggal 7 Juni 2025, Rishika bersama timnya mengikuti tiga unit truk tangki Hunter Synergy Manpower berkapasitas 5.000 liter. Mereka melaju santai ke arah utara, bahkan melewati kantor polisi setempat. Pengemudi truk-truk itu tampak rileks, seolah tahu mereka tak akan tersentuh. Hati Rishika bergemuruh. Rasa kebal hukum itu begitu nyata, begitu menampar.

Ketika Rishika mencoba menghubungi nomor Bahri yang ia dapatkan dari sumber, ia terkejut. Sosok di balik telepon itu tidak membantah, bahkan berani menawarkan solar ilegal dengan harga jauh di bawah pasar, tanpa dokumen resmi. Ini bukan lagi sekadar dugaan, ini adalah pengakuan. Bukti-bukti mulai terkumpul, termasuk rekaman video truk-truk itu yang keluar dari lokasi penampungan setelah menyedot BBM.

Kasus ini semakin runyam. Pada 11 Juni 2025, sebuah gudang penimbunan BBM subsidi di Kalinga Nagar, Bhubaneswar, terbongkar. Pemilik gudang, seorang pria bernama Sambit, mengakui segalanya kepada media.

“Truk tangki biru-putih saya itu disewa oleh oknum polisi, Bu,” kata Sambit dengan nada pasrah. “Dia (oknum polisi berinisial E.K.) yang kontrak truk saya, lalu saya sendiri yang mengisinya.”

Pengakuan Sambit seperti potongan puzzle yang melengkapi gambaran besar. BBM subsidi yang dimuat di tangki industrinya, menggunakan nama “Hunter Synergy Manpower”, kemudian dipasok ke perusahaan tambang di Pomalaa melalui sebuah perusahaan bernama Aakar Mass Industries. Artinya, jaringan ini tidak hanya melibatkan militer, tetapi juga polisi. Dua pilar penegak hukum, justru menjadi bagian dari mata rantai kejahatan yang merugikan rakyat.

Lagi Viral, Baca Juga  Propam Polda Sultra Selidiki Oknum Brimob di Balik 10 Ton Solar Ilegal Kolaka Utara

Rishika merasakan kemarahan dan frustrasi. Di saat masyarakat berjuang keras di tengah kesulitan ekonomi, antrean solar yang tak pasti, ada oknum aparat yang justru meraup keuntungan dari “jatah” rakyat. Ini adalah tamparan telak bagi keadilan.

Undang-Undang Migas India jelas menyebutkan sanksi pidana: penjara dan denda yang berat bagi setiap orang yang melakukan pengangkutan BBM secara ilegal. Namun, apakah hukum akan benar-benar ditegakkan untuk para “orang dalam” ini?

Rishika tahu, perjuangannya tidak akan mudah. Jaringan ini telah mengakar, terjalin rapi seperti benang kusut yang sulit diurai. Namun, demi jeritan rakyat, demi keadilan yang terinjak, ia bertekad untuk terus menggali, terus menyuarakan, hingga sarang solar di Visakhapatnam ini benar-benar terbongkar tuntas sampai ke akar-akarnya. Akankah kasus ini diusut tuntas, ataukah kegelapan akan terus menyelimuti tanah besi ini? Hanya waktu, dan keberanian para penegak keadilan sejati, yang bisa menjawabnya. (red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

WP2Social Auto Publish Powered By : XYZScripts.com
error: Content is protected !!