Daerah

Pemerintah Cabut Izin Tambang Nikel di Raja Ampat Setelah Aksi Viral ‘SaveRajaAmpat’

308
×

Pemerintah Cabut Izin Tambang Nikel di Raja Ampat Setelah Aksi Viral ‘SaveRajaAmpat’

Sebarkan artikel ini

JAKARTA, INDONESIA – Pemerintah Indonesia telah mencabut izin usaha pertambangan (IUP) empat perusahaan nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya, pada Selasa (10/06).

Keputusan ini diambil hanya sepekan setelah aksi viral yang dilakukan oleh sekelompok anak muda Raja Ampat dan aktivis Greenpeace di Jakarta, yang menyerukan “SaveRajaAmpat” dari kerusakan akibat tambang nikel.

Aksi tersebut, yang diunggah di akun Instagram Greenpeace, menjadi viral dan ditonton 18,8 juta kali serta disukai oleh lebih dari setengah juta pengguna.

Greenpeace sendiri telah mengungkapkan bahwa pertambangan nikel di pulau-pulau kecil Raja Ampat telah menyebabkan deforestasi hingga 500 hektare dan pencemaran lingkungan.

Suara Paulina: Kerusakan “Surga Terakhir di Bumi”

Salah satu peserta aksi yang sempat ditangkap dan kemudian dibebaskan adalah Paulina, seorang perempuan berusia 24 tahun asli Kampung Kabare, yang berdekatan dengan Pulau Manuran, lokasi operasi tambang nikel.

Sehari setelah penangkapan, Paulina berbagi ceritanya kepada wartawan BBC News Indonesia, Raja Eben Lumbanrau, tentang bagaimana pertambangan nikel merusak hutan, laut, dan keharmonisan masyarakat di Raja Ampat, yang ia sebut sebagai “surga terakhir di Bumi”.

Paulina, yang ditemui di Jakarta pada Rabu (04/06), tidak menunjukkan raut kelelahan. Ia tampak bersemangat saat membicarakan permasalahan akibat pertambangan nikel di “surganya” Raja Ampat. “Hutan kami hilang, laut kami rusak, dan masyarakat kami kini saling bermusuhan,” kata Paulina.

Sehari sebelumnya, Paulina bersama tiga pemuda Papua dan beberapa aktivis Greenpeace membentangkan spanduk bertuliskan ‘Save Raja Ampat from Nickel Mining’ saat Wakil Menteri Luar Negeri, Arief Havas Oegroseno, berpidato dalam Indonesia Critical Minerals Conference 2025 di Jakarta. Paulina dan rekan-rekannya sempat dibawa ke kantor polisi untuk pemeriksaan, namun akhirnya dibebaskan karena tidak melakukan tindakan pidana.

Lagi Viral, Baca Juga  UPP Molawe Capai PNBP Rp54 Miliar, Lampaui Target 2024

Paulina menegaskan bahwa ia tidak trauma dan akan terus memperjuangkan “surganya” dari tambang nikel. “Biarpau ditangkap, saya tetap berjuang. Raja Ampat itu adalah surga terakhir Indonesia dan dunia. Mereka yang menerima tambang nikel di Raja Ampat adalah orang-orang serakah, tidak memikirkan masa depan anak cucu, tidak memikirkan dampak kerusakan ke depan,” ujarnya sambil menangis.

Tangisnya muncul karena melihat “Raja Ampat yang kini telah berubah dari kota bahari menjadi bahari tambang. Tambang mengancam kehidupan kami.”

Paulina menceritakan bahwa Pulau Manuran, yang dekat dengan kampungnya Kabare, kini sebagian telah gundul akibat tambang. Selain itu, terumbu karang dan ikan di sekitar pulau tercemar limbah tambang.

“Di musim pasang surut, limbah tambang berwarna coklat mengalir dan mencemari hingga ke kampung saya,” katanya. Dulu, Pulau Manuran adalah tempat warga mencari ikan dan hasil hutan.

Bukti Kerusakan Lingkungan dan Tanggapan Pemerintah

Perusahaan yang beroperasi di Pulau Manuran, PT Anugerah Surya Pratama (ASP), yang memiliki izin usaha pertambangan seluas 1.173 hektare, kini telah dicabut izinnya oleh pemerintah.

Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi menyatakan pada Senin (09/06),

“Atas petunjuk Bapak Presiden, beliau memutuskan bahwa pemerintah akan mencabut izin usaha pertambangan untuk empat perusahaan [termasuk PT Anugerah Surya Pratama] di Kabupaten Raja Ampat.”

Analisis Greenpeace menunjukkan bahwa pertambangan di Pulau Manuran, yang masuk dalam wilayah UNESCO Global Geopark, menyebabkan deforestasi 156 hektare antara 2006-2008. Greenpeace juga menemukan gumpalan kekeruhan di laut sekitar Manuran setelah hujan, melalui citra satelit dari 2024.

Kementerian Lingkungan Hidup (KLHK) juga menemukan luas bukaan tambang sebesar 109,23 hektare dan pencemaran lingkungan di Manuran.

Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq menyatakan pada Minggu (08/06) bahwa kekeruhan itu disebabkan oleh jebolnya salah satu instalasi pertambangan, yaitu settling pond atau kolam pengendapan.

Lagi Viral, Baca Juga  Pengakuan Mengejutkan Kurir di Gowa, Tak Hanya Tetangga, Mertua Juga Jadi Korban Rekaman

KLHK telah menyegel aktivitas penambangan di Pulau Manuran dan akan menempuh gugatan hukum pidana serta perdata terhadap perusahaan.

Dampak Sosial: Konflik di Tengah Masyarakat

Selain merusak lingkungan, pertambangan nikel juga disebut menciptakan konflik di antara masyarakat. Matias Mambraku (26), warga asli Pulau Manyaifun yang berprofesi sebagai pemandu wisata, mengungkapkan bahwa sebelum ada tambang, masyarakat hidup harmonis.

“Kami baku jaga, baku sayang. Tapi sekarang, tambang buat kita orang semua saling bermusuhan, tidak baku tegur, bahkan sampai baku pukul,” katanya, menyebut telah terjadi setidaknya tiga kali konflik dalam setahun terakhir.

Tambang telah memecah belah masyarakat menjadi dua kelompok: yang menolak karena khawatir kerusakan lingkungan dan hilangnya ruang hidup, serta yang menerima dengan janji pekerjaan dan uang adat/masyarakat.

Matias berharap pemerintah mengembangkan sektor pariwisata yang ramah lingkungan di Raja Ampat, dengan pendekatan kearifan lokal.

Data IUP Perusahaan yang Dicabut

Greenpeace menemukan adanya lima izin penambangan nikel aktif di Raja Ampat, dan empat di antaranya kini telah dicabut oleh pemerintah. Perusahaan yang dicabut izinnya adalah:

  • PT Anugerah Surya Pratama (ASP) di Pulau Manuran (luas 1.173 hektare, IUP Operasi Produksi berlaku hingga 2034).
  • PT Nurham di Pulau Waigeo (luas 3.000 hektare, IUP berlaku hingga 2033, belum berproduksi).
  • PT Mulia Raymond Perkasa (MRP) di Kepulauan Manyaifun dan Batang Pele (luas 2.193 hektare, IUP berlaku hingga 2033, masih tahap eksplorasi).
  • PT Kawei Sejahtera Mining (KSM) (luas 5.922 hektare, IUP berlaku hingga 2033, produksi sejak 2023 namun saat ini tidak aktif).

Sementara itu, PT Gag Nikel di Pulau Gag masih diizinkan beroperasi karena memegang Kontrak Karya (KK) dan telah memenuhi persyaratan lingkungan.

Lagi Viral, Baca Juga  Gubernur Andi Sumangerukka Pimpin Apel Perdana, ASN Antusias Menyambut

Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menjelaskan bahwa pencabutan izin dilakukan karena adanya pelanggaran lingkungan dan pertimbangan konservasi. Beberapa IUP juga masuk ke kawasan UNESCO Global Geopark.

Ancaman Terhadap Ekosistem Raja Ampat

Raja Ampat adalah kawasan yang sangat istimewa, dengan lautan yang menjadi pusat segitiga karang dunia (lebih dari 553 spesies karang atau 75% dari seluruh spesies dunia). Di darat, Raja Ampat juga kaya akan keanekaragaman hayati endemik.

Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Iqbal Damanik, menyatakan bahwa eksploitasi nikel telah membabat lebih dari 500 hektare hutan dan vegetasi alami, terutama di Pulau Gag (309 hektare), serta Pulau Kawe dan Manuran. Limpasan lumpur dari pembukaan lahan juga mencemari wilayah pesisir yang kaya terumbu karang.

“Kehancuran ekosistem itu mulai dari ancaman deforestasi, kerusakan terumbu karang, dan gangguan terhadap habitat serta spesies kunci di Raja Ampat, baik di wilayah darat maupun di laut,” ujar Iqbal.

Keputusan pemerintah untuk mencabut empat IUP di Raja Ampat ini diharapkan menjadi langkah penting untuk melindungi salah satu “surga terakhir di Bumi” ini dari kerusakan akibat pertambangan. (red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

WP2Social Auto Publish Powered By : XYZScripts.com
error: Content is protected !!