KOLAKA – Panen padi sawah pada musim tanam tahun ini di Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara, mencapai tingkat kelimpahan yang signifikan. Namun, kabar baik ini diiringi kendala serius: Bulog setempat kewalahan menampung seluruh hasil gabah petani lantaran ketiadaan alat penggilingan dan pengering gabah yang memadai.
Kepala Bulog Kolaka, Deni, saat ditemui di Kolaka, Rabu, mengakui pihaknya tidak dapat menampung seluruh gabah karena keterbatasan gudang dan alat pengering.
“Luasan panen petani di Kolaka sekitar 11.000 hingga 13.000 hektar. Kalau dikonversi, produksi bisa mencapai 60 ribu ton dalam sekali musim panen,” ungkap Deni.
Deni merinci, pihaknya hanya bisa mengandalkan sewa alat penggilingan dan pengering gabah milik pengusaha swasta. Sayangnya, kapasitas sewa ini hanya sekitar 70 ton, jauh di bawah total produksi gabah petani Kolaka yang bisa mencapai 200 ton secara keseluruhan.
“Itu pun juga kita harus bersabar, karena pasti gabah milik pengusaha penggilingan yang diutamakan karena mereka punya pasar sendiri,” keluhnya.
Keterbatasan sarana ini, kata Deni, berdampak miris. Bulog sering kali terpaksa tidak membeli gabah petani. Ia menyarankan dinas terkait untuk segera mengatur ritme panen agar tidak terjadi penumpukan hasil panen yang tak tertangani, yang ujung-ujungnya merugikan petani.
Dalam skema pembelian gabah, Bulog Kolaka berpegangan pada Inpres, yang menugaskan Bulog secara nasional membeli cadangan beras tiga juta ton. Jatah Kolaka ditetapkan 14.000 ton, dan target ini sudah terealisasi 32.000 ton pada panen periode pertama Agustus 2025.
Saat ini, fungsi Bulog di lapangan lebih kepada meredam gejolak harga. Bulog berusaha membentuk harga di tingkat petani tetap Rp6.500 per kilogram, sesuai harga yang ditetapkan pemerintah, agar pedagang pengumpul di penggilingan tidak menekan petani.
Deni juga menyoroti masalah pembayaran. Petugas Bulog tidak pernah melakukan transaksi tunai. “Kita hanya melakukan input data serta meminta nomor rekening petani, yang membayarkan itu dari Bulog pusat,” jelasnya.
Melimpahnya hasil panen musim tanam kedua ini mendesak Pemerintah Daerah harus hadir untuk melindungi petani dengan mempertahankan harga gabah. Intervensi Pemda juga dibutuhkan dalam penanganan izin-izin usaha penggilingan milik swasta, agar mereka dapat membantu petani.
“Bulog hanya bisa menyeimbangkan harga sesuai peraturan Pemerintah dan tidak memiliki kuasa untuk melakukan intervensi kepada pedagang dan pengusaha penggilingan,” tutup Deni. (red)










